Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan empat pulau yang bersengketa sempat diklaim sebagai wilayah administrasi Sumatera Utara. Hal ini bermula dari tidak dimasukannya empat pulau tersebut saat pemutakhiran data yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Empat pulau itu merupakan Lipan, Mangkir Gadang, Mangkir Ketek, dan Panjang. Dari keputusan rapat terbatas di Istana Negara, Selasa (17/6/2025), empat pulau itu dipastikan masuk dalam wilayah administrasi Aceh.
Tito menjelaskan rapat tim pembakuan rupa bumi, yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri, bersama Badan Informasi Geospasial, LAPAN, BRIN, LIPI, Kementerian Kelautan dan Perikanan, juga Pusat Hidros TNI Angkatan Laut dilakukan pada tahun 2017.
Saat itu, berdasarkan data dan masukan yang ada saat rapat, tim menganggap empat wilayah itu masuk dalam cakupan Sumatera Utara. Hal itu berdasarkan data verifikasi yang diberikan pada tahun 2009, yang ternyata Gubernur Aceh saat itu tidak mendata empat pulau itu sebagai wilayah administrasinya.
"2008 pernah dilakukan verifikasi pulau-pulau, di antaranya di Aceh, untuk Aceh dan Sumatera Utara dan di tahun 2008 itu empat pulau ini tidak masuk dalam cakupan wilayah provinsi Daerah Istimewa Aceh," kata Tito, saat konferensi pers di Istana Kepresidenan, Selasa (17/6/2025).
"Kita lihat di peta ini saja tahun 2008 dan di tahun 2009 Gubernur Aceh itu tidak memasukan empat pulau yang ada di sekarang kita permasalahkan. Itu tidak masuk dalam provinsi Aceh, tapi adanya di gugusan pulau yang lebih kurang 70 km dari empat pulau yang ada saat ini," sambung Tito.
Sementara menurut Tito, ada surat dari Gubernur Sumatera Utara yang memasukan empat pulau ini dalam wilayah Tapanuli Tengah. Hingga pada akhirnya pada tahun 2017 lalu pemerintah provinsi Aceh mengirimkan surat keberatan dan meminta empat pulau inimasuk dalam provinsi Aceh.
Kemudian pada tahun 2022, diterbitkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 050 - 145 Tahun 2022, empat pulau itu ditetapkan sebagai masuk ke wilayah Tapanuli Tengah, Sumater Utara.
"Berdasarkan tadi surat dua tadi gubernur Aceh, meskipun ada koreksi tapi memang data pendukungnya tidak kuat artinya fotokopi dan lain-lain," katanya.
Saat itu diakui memang ada protes dari gubernur Aceh. Namun Tito menjelaskan bahwa dokumen bukti yang diberikan tidak kuat karena berupa fotocopy. Salah satu dokumen yang diberikan adalah perjanian antara Gubernur Aceh dan Sumatera Utara tahun 1992.
"(surat itu) fakta kesepakatan bersama 1992 yang intinya untuk batas wilayah di poin nomor 3 batas wilayah untuk Tapanuli Tengah dan Aceh itu, saat itu Aceh belum Aceh Singkil, belum ada belum mekar," katanya.
Tito mengatakan dalam surat itu empat pulau itu menjadi bagian dari wilayah Aceh, dengan mengacu pada topofrafi TNI AD tahun 1978.
Namun Tito menjelaskan, surat asli itu masih tidak bisa ditemukan. Sehingga April 2025, yaitu saat dikeluarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri 300.2.2.2138 tahun 2025 empat pulau itu masih ditetap dalam cakupan Sumatera utara.
"Sambil kita mencari dan Alhamdulillah saya memerintahkan jajaran Kemendagri sedapat mungkin mencari surat itu," tutur Tito.
Pada akhirnya, surat itu ditemukan di pusat arsip Kemendagri di Pondok Kelapa, Jakarta Timur. Menurut Tito dengan adanya dokumen surat perjanjian antar gubernur itu menunjukkan pengakuan dan legalisasi bahwa kesepakatan itu pernah terjadi, yang menunjukkan empat pulau itu menjadi bagian dari provinsi Aceh.
Sehingga dalam rapat terbatas itu diputuskan bahwa empat pulau itu masih menjadi wilayah administrasi Aceh.
Dalam kesempatan itu Tito juga memberikan masukan kepada pemerintah daerah provinsi Aceh dan Sumatera Utara untuk membuat kesepakatan bahwa empat pulau itu masuk wilayah Aceh, Kabupaten Aceh Singkil. Setelah itu Kementerian Dalam Negeri Akan melakukan revisi Kepmendagri yang menyatakan bahwa empat pulau itu masuk dalam Sumatera Utara.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]