Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Tanah Air hari ini diprediksi akan kembali volatile usai realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga akhir Februari 2025 tercatat defisit Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Bahkan fefisit per Februari ini adalah yang pertama dalam empat tahun terakhir.
Namun, justru kabar kurang baik ini dapat menjadi peluang untuk mencari saham murah hari ini, mengingat dalam dua pekan ke depan akan terdapat sentimen baik dari sektor perbankan yang akan banjir rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) dan segera mengumumkan dividen jumbo bagi para pemegang sahamnya.
Cuan dari saham ini juga bisa menjadi tambahan cuan sebelum turunnya Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperkirakan baru cair pekan depan.
Pada perdagangan kemarin Kamis (13/3/2025), IHSG ditutup melemah 0,26% di level 6.647,42. Pada perdagangan intraday, IHSG sempat menyentuh level psikologis 6.700 sebelum akhirnya kembali ke level 6.600.
Sentimen RUPST tersebut dapat menjadi angin segar bagi pergerakan saham perbankan terutama bank Himbara hingga dua pekan ke depan. Saham bank Himbara selama ini dikenal "mewah" karena memiliki fundamental yang sangat kuat, laba yang masih tinggi, dan selalu memberi dividen. Namun, saham-saham tersebut sedang dalam valuasi diskon.
CNBC Indonesia Research mencatat level strong support dan resistance terdekat untuk menjadi acuan para pelaku pasar.
Saham-saham bank Himbara berencana akan melaksanakan RUPST pada pekan terakhir di bulan Maret, tanggal ini mundur dari yang seharusnya dilaksanakan pada pekan ini.
Dalam RUPST tersebut, diperkirakan masing-masing perseroan akan mengumumkan jumlah dividen yang akan dibagikan. Diperkirakan jumlah dividen yang akan ditebar akan jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu.
Lantaran, Presiden RI Prabowo Subianto menyampaikan dividen dari perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mencapai Rp 300 triliun pada 2025. Jumlah tersebut berdasarkan laporan dari Menteri BUMN Erick Thohir.
Dividen jumbo BUMN akan menjadi salah satu sumber penghematan baru dari pemerintahan Prabowo. Prabowo menegaskan pemerintah akan mengambil Rp200 triliun dari setoran BUMN tersebut. Sementara sisanya sebesar Rp100 triliun akan dikembalikan dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN).
Adapun sejumlah perusahaan pelat merah tercatat di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan BUMN tersebut memiliki ragam sektor bisnis.
Sementara itu, beberapa di antaranya telah memberikan sinyal dividen jumbo. Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan bahwa rasio pembagian dividen tahun buku 2024 bank pelat merah itu diharapkan berada di kisaran 80% hingga 85%.
Menurutnya, BRI memiliki permodalan yang sangat lebih dari cukup untuk membagikan dividen jumbo. Posisi rasio kecukupan modal (CAR) bank di level 26%.
Terpisah, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar memperkirakan rasio pembagian dividen dari laba tahun buku 2024 akan berada pada rentang 55% hingga 60%.
Persentase itu lebih tinggi jika dibandingkan realisasi rasio dividen tahun 2023 sebesar 50% dari total laba bersih atau senilai Rp10,45 triliun. Namun, Royke juga menegaskan bahwa keputusan akhir terkait besaran dividen berada di meja RUPS.
Direktur Keuangan dan Strategi Bank Mandiri Sigit Prastowo mengatakan bahwa dividend payout ratio atau rasio dividen dalam 5 tahun terakhir dijaga pada level 60%. "Ini sesuai arahan Kementerian BUMN sebagai pemegang saham utama," katanya.
Pada kesempatan berbeda, Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi juga mengatakan bahwa setidaknya rasio dividen dari laba tahun buku 2024 akan serupa dengan dividen laba tahun buku 2023. "Nggak ada perubahan. Kinerja Mandiri bagus, jadi paling tidak sama dengan tahun lalu untuk rasionya," ujarnya.
Adapula, PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) mengungkapkan rencana untuk membagikan dividen Tahun Buku 2024 pada 2025, dengan perkiraan dividend payout ratio berada di kisaran 20%-25% dari total laba.
Jika kita menghitung dividen saham perbankan dari payout ratio diatas maka estimasi dividen saham perbankan diestimasikan sebagai berikut:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)