RI vs AS: Perang Akuisisi Perusahaan, dari Softex Hingga Rokok

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah dinamika persaingan ekonomi global yang semakin kompleks, akuisisi lintas negara telah menjadi strategi utama bagi perusahaan multinasional. Akuisisi dimaksudkan untuk mempertahankan pertumbuhan dan memperkuat keunggulan kompetitifnya.

Perusahaan-perusahaan Amerika Serikat (AS) termasuk di kelompok pemain yang paling agresif dalam memanfaatkan strategi ini, bukan hanya di kawasan Eropa atau Amerika Latin, tetapi juga di Asia Tenggara, khususnya Indonesia.

Indonesia sendiri bukan sekadar pasar berkembang biasa.

Dengan jumlah penduduk lebih dari 286 juta orang, struktur demografi yang dominan usia produktif, serta pertumbuhan konsumsi domestik yang stabil dalam jangka panjang, Indonesia menawarkan kombinasi pasar yang jarang dimiliki negara lain.

Kelebihan ini membuat basis konsumen Indonesia sangat besar, daya beli yang terus meningkat, dan ruang pertumbuhan yang masih luas.

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang strategis, potensi industrialisasi manufaktur, serta pertumbuhan ekonomi digital yang sangat cepat dalam satu dekade terakhir.

Dalam konteks inilah perusahaan Amerika sering kali memilih jalur akuisisi perusahaan lokal dibanding membangun operasi dari nol (greenfield).

Jalur akuisisi dianggap lebih cepat, lebih efisien, dan mampu memberikan akses instan terhadap merek lokal yang sudah dikenal, jaringan distribusi yang sudah jadi, basis pelanggan yang sudah terbentuk, hingga fasilitas produksi yang sudah beroperasi. Melalui akuisisi, perusahaan asing dapat memotong biaya waktu memasuki pasar, sekaligus mengurangi risiko kegagalan penetrasi.

Dengan kata lain, fenomena akuisisi bukan hanya peristiwa transaksi, tetapi juga jendela untuk melihat bagaimana perusahaan global membaca masa depan ekonomi Indonesia. Itu sebabnya fenomena ini penting dipahami, karena efeknya tidak hanya terhadap korporasi, tetapi juga pada struktur kompetisi industri dalam negeri, konsumen, tenaga kerja, serta kebijakan ekonomi yang lebih luas.

Berdasarkan catatan CNBC Indonesia, terdapat beberapa perusahaan AS yang melakukan akusisi perusahaan di Tanah Air.

Softex Indonesia

Pada Oktober 2020, produsen popok bayi Huggies asal AS, Kimberly-Clark Corp, yang tercatat di Bursa New York Stock Exchange (NYSE), resmi merampungkan akuisisi PT Softex Indonesia yang sebelumnya sudah diumumkan perusahaan pada 3 September silam.

Akuisisi tersebut untuk mempercepat pertumbuhan Kimberly-Clark dengan pangsa pasar yang kuat dalam bisnis perawatan pribadi di negara ekonomi terbesar di Asia Tenggara seperti Indonesia.

Dalam informasi sebelumnya, Kimberly-Clark, mengumumkan mencaplok perusahaan pembuat popok dan pembalut wanita ternama, Softex senilai US$ 1,2 miliar, atau sekitar Rp 17,64 triliun (kurs Rp 14.700/US$).

Akuisisi Kimberly-Clark tersebut akan dibayar secara tunai dan lewat utang, kepada sejumlah pemegang saham Softex, termasuk CVC Capital Partners Asia Pacific. Tujuannya untuk meningkatkan ekspansi perusahaan di Asia Tenggara.

Perusahaan asal Texas, AS ini sebetulnya terhitung termasuk perusahaan tua.

Situs resmi perusahaan mencatat, korporasi ini didirikan pada 1872, artinya sudah berumur sekitar 148 tahun dan produk Kimberly-Clark sudah tersebar di 175 negara.

Beberapa merek produk Kimberly-Clark diantaranya, Huggies, Kleenex, Scott, Kotex, Cottonelle, Poise, Depend, Andrex, Pull-Ups, GoodNites, Intimus, Neve, Plenitud, Viva dan WypAll.

Kimberly-Clark merupakan perusahaan tercatat di NYSE atau Wall Street, dengan kode saham KMB. Perusahaan ini, pada 2019 lalu, membukukan total penjualan US$ 18,5 miliar.

HM Sampoerna

Pada 2005, perusahaan rokok asal AS, PT Philip Morris Indoneesia, mengumumkan rencana akuisisi sebesar 40% saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP). Perseroan berencana membeli 1.753.200.000 lembar saham HMSP dengan harga Rp 10.600 per saham. Informasi ini dipublikasikan oleh manajemen Philip Morris Indonesia pada Senin (14/3/2005).

PT Philip Morris Indonesia merupakan bagian dari Philip Morris International, yang dikenal sebagai produsen berbagai merek rokok internasional, antara lain Marlboro Merah, Marlboro Menthol, Marlboro Lights Menthol, dan Longbeach Mild.

Pihak manajemen menjelaskan bahwa pada 9 Maret 2005, Philip Morris Indonesia telah memulai proses negosiasi untuk memperoleh saham HMSP dari beberapa pemegang saham, termasuk Dubuis Holdings Limited, perusahaan yang dikendalikan oleh Putera Sampoerna.

Berdasarkan data BEJ per 31 Januari 2005, Dubuis memegang 17% saham HMSP. Saham yang dinegosiasikan sebanyak 1.753.200.000 lembar, merepresentasikan 40% dari total saham HMSP yang telah beredar dan disetor.

Sebagai informasi, pada 10 Januari 2005, Philip Morris Indonesia telah menunjuk PT Perusahaan Dagang dan Industri Panamas (Panamas), yang 99% sahamnya dimiliki oleh HMSP, sebagai distributor eksklusif produk Philip Morris di Indonesia selama 10 tahun, efektif mulai 1 Maret 2005.

Hingga kuartal III 2025, Philip Morris International (PMI) mengendalikan saham PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) sebesar 92,44%. Kepemilikan mayoritas ini didapat setelah PMI mengakuisisi mayoritas saham HMSP pada tahun 2005.

Xolare RCR Energy

Pada Agustus 2025, PT Xolare RCR Energy Tbk (SOLA) resmi menjalin kemitraan strategis dengan perusahaan asal AS, Apolpo. Kolaborasi ini difokuskan pada pengembangan ekosistem industri penangkapan dan penyimpanan karbon (Carbon Capture, Utilization, and Storage/CCUS).

Melalui kerja sama ini, Xolare mendapatkan mandat sebagai mitra eksklusif Apolpo di Indonesia untuk merancang, mengembangkan, sekaligus mengimplementasikan berbagai inisiatif CCUS. Inisiatif tersebut diharapkan dapat mempercepat agenda dekarbonisasi, khususnya pada sejumlah sektor prioritas seperti manufaktur dan energi.

Perwakilan Apolpo, Joel B. Cardoni, menyampaikan bahwa kelayakan ekonomi penerapan CCUS saat ini semakin solid. Hal tersebut didukung oleh potensi pasar karbon nasional yang luas, serta arah regulasi yang kian jelas. Dan Indonesia sangat strategis untuk menjadi pusat penerapan CCUS di kawasan Asia Tenggara.

Tahap awal kolaborasi akan meliputi kegiatan identifikasi sumber emisi industri, pemetaan potensi lokasi penyimpanan karbon, perencanaan infrastruktur dan transportasi CO₂, koordinasi lintas pemangku kepentingan, termasuk regulator dan investor, serta penyusunan model pilot project.

Selain itu, Xolare dan Apolpo tengah mengevaluasi pendirian pusat keunggulan (center of excellence) CCUS dan integrasinya dengan pasar kredit karbon.

Kemitraan ini sejalan dengan momentum pertumbuhan industri CCUS global. Berdasarkan riset pasar, nilai pasar CCUS secara global diproyeksikan menembus US$ 17,5 miliar pada tahun 2030, dengan rata-rata pertumbuhan tahunan lebih dari 19%, didorong oleh kebijakan internasional dan komitmen ambisius terhadap target net-zero. Untuk Indonesia sendiri, potensi investasi CCUS diperkirakan dapat melampaui US$ 3 miliar hingga tahun 2035.

Apolpo, perusahaan berbasis di Michigan, AS, juga menyampaikan bahwa pihaknya telah bermitra dengan sejumlah entitas strategis internasional, di antaranya Terraforma, greyfly.ai, Quanto Solutions, dan GPM Global.

MNC Kapital Indonesia

Pada Januari 2021, PT MNC Kapital Indonesia Tbk (BCAP) resmi mencapai kesepakatan untuk mengakuisisi mayoritas saham Auerbach Grayson & Company LLC (AGCO), sebuah perusahaan broker saham yang berbasis di New York, Amerika Serikat.

Executive Chairman MNC Group, Hary Tanoesoedibjo, menjelaskan bahwa langkah strategis ini merupakan bagian dari ekspansi bisnis MNC Sekuritas dalam memperkuat jaringan distribusi di pasar modal global, mencakup layanan placement, perdagangan saham, pasar utang, investment banking, riset, hingga online trading, tidak hanya di Indonesia tetapi juga ke pasar internasional.

Hary menegaskan bahwa akuisisi tersebut diharapkan mampu menjadi pintu masuk MNC Sekuritas ke komunitas investasi global, terutama di kawasan Amerika Serikat, Inggris, dan Eropa. Selain itu, transaksi ini juga akan membuka kesempatan memperluas distribusi riset MNC Sekuritas kepada fund manager internasional. Dalam kerja sama ini, MNC Sekuritas akan berperan menjembatani seluruh kegiatan transaksi AGCO yang berkaitan dengan Indonesia.

AGCO sendiri membangun jaringan internasionalnya dengan menggandeng broker dan bank lokal di berbagai negara, baik negara maju maupun berkembang, dan kini telah menjangkau lebih dari 125 negara. AGCO dikenal sebagai salah satu broker global terbesar dari sisi jumlah perusahaan yang dianalisis dan jumlah analis yang terlibat, serta memberikan layanan eksekusi perdagangan untuk investor institusi Amerika Serikat dan riset saham lokal yang mendalam bagi hampir seluruh pasar modal di dunia.

Co-Founder AGCO, David Grayson, mengungkapkan bahwa hubungan kerja sama ini bukan hubungan baru. Ia menyebut bahwa Hary merupakan klien lama sekaligus mitra yang memahami industri ini dengan sangat baik.

Sebelumnya, AGCO dimiliki oleh Beltone Financial Holding (BTFH.CA), bank investasi yang berbasis di Mesir. Proses akuisisi ini juga telah mendapatkan persetujuan resmi dari Financial Industry Regulatory Authority (FINRA) Amerika Serikat.

Melalui entitas anak usaha yang sepenuhnya dimiliki, Winfly Ltd, BCAP kini menjadi pemegang saham pengendali AGCO. Sementara itu, David Grayson membeli kembali porsi saham yang tersisa dan tetap terlibat dalam pengelolaan perusahaan.


Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |