Jakarta, CNBC Indonesia - Rusia terus menggempur pasukan Ukraina yang tersisa di wilayah Kursk pada Minggu (16/3/2025), setelah tujuh bulan serangan balik Ukraina yang bertujuan untuk mengalihkan perhatian pasukan Moskow, memperoleh posisi tawar, serta memprovokasi Presiden Vladimir Putin.
Dalam salah satu pertempuran paling mencolok dalam 3 tahun perang Ukraina, pasukan Ukraina menerobos perbatasan barat Rusia di Kursk pada Agustus lalu. Serangan ini menandai serangan terbesar terhadap wilayah kedaulatan Rusia sejak invasi Nazi pada 1941.
Dilansir Reuters, Senin (17/3/2025), ofensif kilat Rusia bulan ini telah memangkas area yang dikuasai Ukraina menjadi sekitar 110 kilometer persegi dari sebelumnya lebih dari 1.368 kilometer persegi yang diklaim Kyiv tahun lalu, menurut peta sumber terbuka.
Yuri Podolyaka, salah satu blogger militer pro-Rusia yang berpengaruh, mengatakan bahwa pasukan Rusia telah berhasil mendorong pasukan Ukraina kembali ke perbatasan di beberapa area. Meskipun demikian, pertempuran sengit masih terus berlangsung dan pasukan Ukraina tetap memberikan perlawanan meskipun terpaksa mundur.
Peta pertempuran dari kedua belah pihak menunjukkan bahwa pasukan Ukraina yang tersisa di Kursk kini berada dalam dua kantong wilayah yang terhubung di sisi perbatasan Rusia. Pihak Rusia mengatakan mereka kini tengah membersihkan sejumlah besar ranjau di wilayah tersebut.
Tawaran Putin
Setelah seruan publik dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump pekan lalu untuk menyelamatkan pasukan Ukraina yang "terkepung", Putin mengatakan bahwa Rusia akan menjamin keselamatan tentara Ukraina di wilayah tersebut jika mereka menyerah.
Di sisi lain, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky membantah klaim bahwa pasukannya telah terkepung. Namun, ia juga menyuarakan kekhawatiran akan kemungkinan serangan baru Rusia ke wilayah timur laut Ukraina, Sumy, yang berbatasan dengan Kursk.
Menurut blogger militer pro-Rusia, Two Majors, keberhasilan pasukan Rusia di medan tempur telah memungkinkan Moskow untuk mengancam Sumy. Namun, ia memperingatkan bahwa pasukan Ukraina telah memperkuat pertahanan mereka di sana sejak lama.
Putin menuduh pasukan Ukraina melakukan kejahatan terhadap warga sipil di Kursk, tuduhan yang dibantah keras oleh Kyiv. Sebaliknya, Ukraina mengeklaim bahwa sekitar 11.000 tentara Korea Utara bertempur bersama Rusia di Kursk.
Namun, baik Rusia maupun Korea Utara belum memberikan rincian mengenai keterlibatan pasukan Korut di wilayah tersebut.
Gencatan Senjata atau Perang Berlanjut?
Pertempuran sengit di Kursk semakin memperumit upaya Donald Trump untuk menghentikan perang yang ia sebut sebagai "pertumpahan darah" dan mencegah eskalasi menuju Perang Dunia Ketiga.
Invasi Rusia ke Ukraina yang dimulai pada Februari 2022 telah menewaskan dan melukai ratusan ribu orang, membuat jutaan warga mengungsi, menghancurkan kota-kota, dan menyebabkan ketegangan terbesar antara Moskow dan Barat dalam beberapa dekade terakhir.
Pada Selasa pekan lalu, Amerika Serikat menyetujui untuk kembali mengirimkan bantuan militer serta berbagi intelijen dengan Ukraina setelah Kyiv menyatakan kesiapannya untuk mendukung usulan gencatan senjata selama 30 hari yang diajukan oleh Washington.
Putin, dalam pernyataan pada Kamis, mengatakan bahwa Rusia mendukung gencatan senjata tersebut secara prinsip. Namun, ia menegaskan bahwa pertempuran tidak bisa dihentikan begitu saja tanpa adanya kesepakatan terkait beberapa kondisi penting yang masih perlu dirundingkan.
Putin juga berkali-kali menegaskan kesiapannya untuk berdialog mengenai perdamaian. Namun, ia menyatakan bahwa Ukraina harus berkomitmen untuk tidak bergabung dengan NATO dan Rusia akan tetap mempertahankan semua wilayah yang telah mereka klaim di Ukraina, termasuk beberapa daerah yang saat ini masih belum mereka kuasai sepenuhnya.
Pertemuan Putin-Trump
Terbaru, Trump mengatakan bahwa ia berencana untuk berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Selasa (18/3/2025). Ia menyebut dialog ini untuk membahas cara mengakhiri perang di Ukraina.
Dalam pernyataannya, Trump menyebut secara rinci bahwa dirinya akan berbicara terkait hal-hal seperti lahan yang disengketakan serta nasib pembangkit listrik nuklir Zaporizhzhia, yang berada di tengah medan pertempuran keduanya.
"Saya akan berbicara dengan Presiden Putin pada hari Selasa. Banyak pekerjaan telah dilakukan selama akhir pekan," kata Trump kepada wartawan di Air Force One selama penerbangan kembali ke wilayah Washington dari Florida.
"Kami ingin melihat apakah kami dapat mengakhiri perang itu. Mungkin kami bisa, mungkin juga tidak, tetapi saya pikir kami memiliki peluang yang sangat bagus. Saya pikir kami sudah banyak membicarakannya oleh kedua belah pihak, Ukraina dan Rusia. Kami sudah membicarakannya, membagi aset-aset tertentu."
Trump berusaha mendapatkan dukungan Putin untuk proposal gencatan senjata selama 30 hari yang diterima Ukraina minggu lalu, karena kedua belah pihak terus saling melancarkan serangan udara besar-besaran sepanjang akhir pekan.
(luc/luc)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump-Putin Dituduh Bersekongkol Setop Bantuan ke Ukraina
Next Article Pasukan Putin Kian Menggila, Rusia Rebut 2 Wilayah Baru di Ukraina