Prabowo Menapaki Jejak Sumitro pada Masa Kini: Sebuah Tinjauan Kritis

10 hours ago 1

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Tanpa terasa, masa kepemimpinan Prabowo Subianto sebagai presiden Republik Indonesia telah memasuki bulan kesembilan. Dalam kurun waktu itu pula, berbagai dinamika politik dan ekonomi telah terjadi di Indonesia.

Kebijakan demi kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Prabowo bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka dinilai berbagai pihak sebagai kebijakan yang reaktif dan inkonsisten.

Dalam penelitiannya terhadap sejumlah indikator kebijakan pemerintahan Prabowo, The Indonesian Institute menemukan bahwa "konsistensi kebijakan" berada di peringkat kedua terbawah dengan skor 44,27%.

Skor tersebut muncul seiring banyak kebijakan pemerintah yang dinilai "tidak konsisten, reaktif terhadap tekanan publik, seremonial, dan tanpa strategi jangka panjang yang jelas". Contohnya adalah penundaan PPN 12% karena tekanan publik dan rekrutmen staf khusus di tengah efisiensi.

Cerminan dinamika inkonsistensi ini juga terlihat dalam kebijakan ekonomi-politik di tingkat makro. Dalam pidato-pidatonya dari sebelum menjadi presiden, Prabowo selalu menonjolkan retorika anti-asing yang dapat mengganggu perekonomian dan pembangunan nasional.

Namun, dalam kebijakan makroekonomi, Prabowo memberikan sinyal yang memberikan "angin segar" bagi investor asing. Saat Sarasehan Ekonomi 2025 pada April lalu, Prabowo menyampaikan wacana relaksasi TKDN yang dinilai membebani investasi.

Dalam International Conference of Infrastructure (ICI) 2025 yang baru saja digelar, Prabowo juga mengundang investor asing dalam upaya untuk mendukung pembangunan nasional sembari mengkritik penyertaan modal negara (PMN) badan usaha milk negara (BUMN) yang dinilai membuat BUMN inefisien dalam proyek-proyek pembangunan.

Di sisi lain, kebijakan fiskal nasional juga dinilai inkonsisten dalam kaitannya dengan efisiensi APBN. Ketika lintas kementerian dan lembaga melakukan penghematan besar-besaran, Prabowo mencanangkan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Koperasi Merah Putih (KDK-MP) yang diproyeksikan menelan anggaran jumbo sebesar Rp 271 triliun dan Rp 400 triliun.

Dengan seluruh dinamika ekonomi-politik yang ada, publik bertanya-tanya bahkan berspekulasi mengenai dampak akibat dari "inkonsistensi" kebijakan ini. Namun, jika publik bertanya apa dasar dari kebijakan ekonomi-politik Prabowo selama ini, kurang tepat rasanya jika kita tidak melihat basis ideologi ekonomi-politik Prabowo yang pernah disebutkan oleh adiknya, Hashim Djojohadikusumo: pemikiran begawan ekonomi Indonesia sekaligus ayahnya, Papi Sumitro Djojohadikusumo.

Melihat Pemikiran Papi Sumitro dalam Kebijakan Prabowo
Nama Sumitro Djojohadikusumo tentu bukan nama sembarangan. Secara status, Pak Cum (panggilan Sumitro) dikenal sebagai Guru Besar Fakultas Ekonomi (sekarang FEB) Universitas Indonesia, menteri lintas zaman Orde Lama dan Orde Baru, bahkan guru bagi "Mafia Berkeley" yang membentuk sistem perekonomian Indonesia selama 32 tahun Suharto berkuasa. Secara keilmuan, beliau pula yang memelopori ilmu ekonomi pembangunan di Indonesia.

Dalam kerangka ekonomi pembangunan, pembangunan suatu negara tidak hanya berkutat kepada pertumbuhan ekonomi dalam bentuk PDB per kapita semata, tetapi juga kepada pemberantasan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan pokok manusia, serta distribusi pendapatan.

Hal tersebutlah yang diamini Prof. Sumitro dalam mengembangkan ekonomi pembangunan Indonesia dengan karakteristik yang, sebagaimana Dawam Raharjo memberikan judul bukunya mengenai pemikiran ekonomi Pak Cum, nasionalis, sosialis, dan pragmatis.

Beliau berideologi nasionalis dalam melihat bahwa pembangunan ekonomi Indonesia hendaknya diarahkan untuk kebermanfaatan orang Indonesia sendiri. Kemudian, ekonomi pembangunan ditujukan untuk mencapai cita-cita sosialisme, dalam artian mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh masyarakat. Namun, pelaksanaan pembangunan ekonomi perlu dilakukan secara pragmatis, yakni rasional sesuai ilmu dan konteks zaman pembangunan ekonomi.

Level kajian ekonomi pembangunan Pak Cum pun berada di lintas tingkat perekonomian, dari mikroekonomi hingga makroekonomi. Di level mikro, beliau menganjurkan kredit mikro melalui koperasi sebagai cara agar masyarakat dapat lepas dari sistem rente yang menjerat daya beli serta produktivitas mereka.

Di level makro, beliau mengemukakan pentingnya industrialisasi untuk menekan impor serta meningkatkan produktivitas masyarakat, utamanya didukung melalui koperasi serta intervensi pemerintah.

Agaknya, karakteristik pemikiran Prof. Sumitro tersebut menjadi panduan utama anaknya dalam mereorientasi pembangunan ekonomi Indonesia sebagai Presiden ke-8, yang kadang dinilai publik sebagai "inkonsisten".

Retorika anti-asing serta upayanya menggandeng pengusaha lokal seperti Haji Isam menemui investor asing dapat dilihat sebagai niat Prabowo untuk meneguhkan "ekonomi Indonesia untuk orang Indonesia".

Kemudian, program seperti MBG dan Koperasi Merah Putih menjadi galah Prabowo dalam menciptakan pembangunan ekonomi menuju masyarakat adil makmur sebagaimana visi Pak Cum: membangun sosioekonomi level terbawah yang diinisiasi koperasi dan dibantu intervensi negara.

Dari level makro, Prabowo menerapkan kebijakan atau mengeluarkan wacana yang umum dilihat tidak proteksionis, di antaranya adalah relaksasi TKDN dan upaya mengundang investasi asing ke Indonesia untuk hilirisasi.

Meskipun terkesan bertentangan dengan sifat nasionalistik, kebijakan ekonomi-politik tersebut pada hakikatnya bertujuan mendatangkan devisa serta mendorong industrialisasi yang nantinya menjadi modal untuk pembangunan ekonomi nasional, mengamini sifat pragmatisme yang dimiliki oleh Prof. Sumitro.

Kehendak Adaptasi Pemikiran Prof. Sumitro pada Masa Kini
Sang ayah telah menjadi kiblat Prabowo dalam merumuskan kebijakan ekonomi-politik Indonesia dalam rangka mewujudkan visi masyarakat adil makmur. Meskipun demikian, perlu diakui bahwa terdapat perbedaan konteks zaman antara masa kini dengan zaman ketika Pak Cum menelurkan pemikirannya.

Masa utama kelahiran gagasan Prof. Sumitro ada pada dekade 1950-an, ketika saat itu Amerika Serikat telah menjadi adidaya pengendali sistem ekonomi global yang berorientasi pasar bebas melalui sistem Bretton-Woods, sehingga pembangunan ekonomi nasional dapat berjalan dengan kepastian geopolitik.

Sebaliknya, Prabowo memerintah pada era digoyahkannya supremasi AS oleh China serta konflik regional dari Ukraina hingga Timur Tengah yang menciptakan ketidakpastian global dan rantai pasok.

Kemudian, diskursus pembangunan bangsa pada era 1950-an cenderung masih didominasi oleh golongan elite pemerintahan atau akademisi, seperti debat antara Prof. Soemitro dengan Sjafruddin Prawiranegara mengenai prioritas kebijakan ekonomi-politik Indonesia.

Sebaliknya, Prabowo berada pada era digital ketika tiap individu dapat meramaikan diskursus pembangunan bangsa melalui media sosial serta dapat mengevaluasinya dalam berbagai cara, dari kritik substantif hingga provokasi destruktif, yang mampu memengaruhi persepsi publik terhadap kebijakan pemerintah.

Dengan demikian, Prabowo perlu menerjemahkan pemikiran ayahnya sesuai kehendak masa kini yang penuh ketidakpastian dan opini publik agar reorientasi kebijakan ekonomi-politik yang ia lakukan tidak bersinonim dengan "inkonsistensi" dalam persepsi publik.

Di satu sisi, pemerintahan sekarang perlu bersikap adaptif dalam penyusunan kebijakan ekonomi-politik dalam menyikapi dinamika ekonomi global yang dapat terjadi dalam hitungan jam saja. Di sisi lain, segala kebijakan ekonomi-politik hendaknya memiliki kajian akademis yang matang dan rasional sebagai basis utama, didukung komunikasi dan partisipasi publik yang baik dan nyata.

Pada akhirnya, apakah Prabowo melakukan "reorientasi" atau "inkonsistensi" kebijakan ekonomi-politik kembali kepada bagaimana masyarakat melihat dan menilainya. Namun, Prabowo sekarang sedang menapaki jalan yang telah dibuat Papi Sumitro dari sejak sang presiden masih dalam rahim ibunda, meski sekarang muncul tantangan yang baru eksis 70 tahun setelah pemikiran Pak Cum disusun.


(miq/miq)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |