Jakarta, CNBC Indonesia - Tak disangka, harga perak berhasil mencapai level tertinggi dalam 14 tahun. Kini para pelaku pasar tengah memburu dan berebut perak, ditengah ancaman tarif baru dan risiko kebijakan dari tarif impor tinggi Presiden Amerika Serikat (AS).
Harga perak melonjak pada hari Jumat (11/7/2025) di London, menembus US$37 dan kemudian US$38 per troy ons, mencapai level tertinggi baru dalam 14 tahun terakhir. Tarif perdagangan mengejutkan Presiden AS Trump untuk tembaga logam industri memicu perebutan impor perak ke negara dengan ekonomi terbesar di dunia tersebut.
Kenaikan perak di pasar spot ejalan dengan pergerakan harga yang diamati di India.
Harga perak di India telah melonjak ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya, dengan Bursa Komoditas Multi (MCX) mencatat harga perak melampaui Rs 1,11 lakh per kilogram pada hari Jumat. Harga perak mencapai rekor tertinggi Rs 1.11.750 per kg di MCX.
Di pasar spot, perak diperdagangkan pada harga ₹109,90 per gram, setara dengan ₹1.09.900 per kilogram, menurut data dari Goodreturns.
Reli ini didorong oleh aktivitas beli baru dari para pedagang, sebagaimana dicatat oleh Rahul Kalantri, Wakil Presiden Komoditas di Mehta Equities. Ia menyatakan, "Investor mencari aset aman di tengah ancaman tarif baru dan risiko kebijakan dari tarif impor tinggi Presiden AS, serta seruan untuk pemotongan suku bunga yang signifikan, memicu kekhawatiran inflasi."
Harga perak di India biasanya sejalan dengan nilai tukar internasional dan dipengaruhi oleh nilai tukar rupee-dolar. Melemahnya rupee terhadap harga dolar yang stabil dapat mengakibatkan biaya yang lebih tinggi bagi pembeli di India.
Aksha Kamboj, Wakil Presiden Asosiasi Emas Batangan dan Perhiasan India, mengomentari situasi tersebut dengan mengatakan, "Ketegangan perdagangan dan ancaman tarif baru telah meresahkan aset berisiko. Beberapa investor beralih ke aset safe haven seperti emas dan perak."
Di MCX, perak menunjukkan support di ₹1.08.480 per kg, dengan resistance di ₹1.10.700 per kg, menurut Kalantri.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)