Jakarta, CNBC Indonesia - Angka pengangguran pemuda China mencapai rekor tertinggi setelah statistik tersebut kembali dilanjutkan dengan metode baru. Data terbaru ini menambah rangkaian indikator negatif yang menunjukkan rapuhnya kondisi ekonomi negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu.
Biro Statistik Nasional Tiongkok (NBS) pada Rabu (17/9/2025) melaporkan tingkat pengangguran kelompok usia 16-24 tahun melonjak hingga 18,9% pada Agustus 2025. Angka tersebut merupakan level tertinggi sejak pemerintah memperkenalkan metode perhitungan baru pada Desember 2023 yang mengecualikan mahasiswa dari statistik resmi.
Sebelumnya, pada Juni 2023, angka pengangguran pemuda bahkan menembus lebih dari 21%. Namun, publikasi data sempat dihentikan beberapa bulan setelah itu, memicu spekulasi luas terkait akurasi dan transparansi pemerintah.
Sejak metode baru diberlakukan, tingkat pengangguran pemuda sempat turun lebih dari enam poin persentase. Namun, fluktuasi terus terjadi sepanjang tahun terakhir, mencerminkan kesulitan Beijing untuk menghidupkan kembali perekonomian yang tengah melemah dan menekan pasar kerja.
Kepala ekonom NBS, Fu Linghui, mengakui adanya kelemahan dalam permintaan domestik.
"Sebagian perusahaan menghadapi kesulitan operasional," kata Fu, dilansir AFP.
Kondisi pasar tenaga kerja yang suram sejalan dengan data lain yang juga mengecewakan. Awal pekan ini, otoritas melaporkan pertumbuhan produksi industri maupun penjualan ritel pada Agustus hanya naik tipis, dengan laju paling lambat dalam sekitar satu tahun terakhir.
NBS juga mengumumkan tingkat pengangguran nasional secara keseluruhan mencapai 5,3% pada Agustus, naik tipis dari 5,2% pada bulan sebelumnya.
Adapun lonjakan pengangguran pemuda dan lemahnya indikator ekonomi lainnya menambah tekanan bagi para pemimpin China yang tengah menghadapi banyak tantangan, mulai dari krisis utang berkepanjangan di sektor properti, konsumsi domestik yang masih lesu, hingga ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Pemerintah pusat telah meluncurkan berbagai langkah untuk mendorong pertumbuhan, termasuk insentif bagi dunia usaha dan upaya memperluas lapangan kerja. Namun, tren terbaru menunjukkan langkah tersebut belum mampu membalikkan situasi.
Kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi dan sosial pun kian meningkat, seiring banyaknya generasi muda yang merasa sulit mendapatkan pekerjaan meski memiliki kualifikasi tinggi.
(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tuntutan Kerja Makin Berat, Muncul Fenomena "Orang Tikus" di China