Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah disebut menganggarkan Rp600 miliar hingga Rp1 triliun dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai premi asuransi parametrik bencana.
Sebagai informasi, asuransi parametrik adalah jenis asuransi yang membayar klaim berdasarkan terjadinya parameter atau indikator tertentu, bukan berdasarkan hasil verifikasi kerusakan fisik di lapangan. Parameter ini bisa berupa curah hujan, suhu, kelembaban tanah, kecepatan angin, atau indikator lainnya yang relevan dengan risiko yang diasuransikan.
Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Budi Herawan mengatakan, pihaknya terus berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri terkait mekanisme implementasinya.
"Kalau dilihat dari anggaran yang dialokasikan sih tahap pertama ya lumayan lah, kalau dibagi sih lumayan. Anggarannya ada yang bilang Rp600 miliar, ada yang bilang Rp1 triliun, tapi kan bertahap," ungkap Budi dalam Konferensi Pers AAUI, di Jakarta, Jumat, (13/6/2025).
Lebih jauh, Budi menyebut risiko yang akan dicover hanya meliputi kerusakan material, tidak termasuk korban jiwanya. Adapun tipe bencananya yang saat ini tengah dikaji berupa gempa bumi banjir.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah Indonesia akan menerapkan asuransi parametrik bencana mulai 1 Januari 2026. Nantinya, akan ada konsorsium perusahaan asuransi dan reasuransi yang akan terlibat dalam pelaksanaan penugasan ini.
Direktur Utama PT Reasuransi Indonesia Utama (Indonesia Re) Benny Waworuntu mengatakan pemerintah tengah menyusun aturan pelaksanaannya. Saat ini pihaknya juga tengah mempersiapkan skema teknis dan produk asuransinya.
"kita juga sudah meeting dengan pemerintahan. Kemudian mereka sedang dalam proses untuk menyiapkan PMK-nya. Targetnya katanya Kuartal III-2025 keluar PMK-nya," kata Benny usai acara Sustainability Dialogue 2025, di Jakarta, Kamis, (12/6/2025).
Sementara itu, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat menyebut desain produk asuransi parametrik sudah mendekati final. Produk ini dikembangkan bersama Kementerian Keuangan, IndonesiaRe, Asuransi Maipark, dan ITB.
IndonesiaRe dan Maipark nantinya akan bertindak sebagai administrator bersama skema ini. Sedangkan ITB akan berfungsi sebagai reviewer independen, dan Kementerian Keuangan sebagai pemimpin dan pengguna layanan.
"Dan tentu siapa yang akan carry risikonya? kita akan menggunakan pool atau konsorsium untuk dalam negeri. Untuk mengkonsolidasi kapasitas dalam negeri. Tapi tetap saja kita akan perlu melempar sebagian risiko, men-transfer bagian risiko ke luar," kata Delil dalam kesempatan yang sama.
Saat ini, Indonesia sendiri sudah memiliki Konsorsium Asuransi Barang Milik Negara (KABMN). Konsorsium ini melindungi aset properti kementerian dan lembaga dengan model asuransi berbasis indemnity.
Namun, produk KABMN dinilai belum optimal dengan total premi hanya sekitar Rp150 miliar dalam 5-6 tahun terakhir. Produk asuransi parametrik yang sedang disiapkan ditujukan untuk perlindungan fiskal negara, bukan sekadar properti.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article
OJK Cabut Izin Asuransi Terafiliasi BUMN Berdikari Insurance