Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengkaji ulang aturan distribusi liquefied petroleum gas (LPG) 3 kilogram (kg). Salah satunya adalah pengaturan LPG 3 Kg satu harga di masing-masing Provinsi.
Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung mengatakan kebijakan baru mengenai LPG 3 Kg satu harga itu bertujuan agar tidak ada kesenjangan harga LPG 3 kg yang dibeli masyarakat.
"Itu nanti untuk setiap provinsi. Jadi ditetapkan itu satu harganya. Misalnya itu ada yang Rp 14.000, ada yang Rp 15.000. Tergantung transportasi. Jadi nanti akan kita evaluasi untuk setiap provinsi," jelasnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, dikutip Kamis (3/7/2025).
Yuliot mengungkapkan rencana tersebut nantinya akan tertuang melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga LPG Tabung 3 Kg. Ditargetkan, aturan tersebut bisa diimplementasikan pada tahun depan. "Kan pengaturan yang disampaikan sama Pak Menteri tadi kan targetnya tahun depan," bebernya.
Kelak, skema yang dijalankan mirip dengan skema BBM non subsidi Pertamax. Dia mengatakan harga LPG di tiap daerah ditentukan berdasarkan biaya transportasinya.
"Di setiap daerah kan beda-beda. Jadi harga yang ditetapkan pemerintah itu justru rangenya itu sangat tinggi. Itu ada di satu daerah itu harga LPG itu bisa Rp 50.000 per tabung. Jadi padahal itu kan kalau harga yang ditetapkan oleh pemerintah, HET-nya misalnya Rp 14.000," tandasnya.
Asal tahu saja, usulan kebijakan ini dilontarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia saat Rapat Kerja bersama Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI pada Rabu (2/7/2025).
"Kami akan mengubah beberapa metode agar kebocoran ini tidak terjadi, termasuk harga yang selama ini diberikan kepada daerah. Kita dalam pembahasan Perpres, kita tentukan saja satu harga supaya jangan ada gerakan tambahan di bawah," ungkap Bahlil.
Aturan ini, jelas Bahlil, diharapkan mampu menyederhanakan rantai pasok dan memastikan subsidi tepat sasaran ke pengguna yang berhak menerima LPG, sehingga harga di konsumen akhir tidak lagi bervariasi dan secara berlebihan antarwilayah serta sesuai dengan alokasi yang ditetapkan pemerintah, yaitu jumlah konsumsi per pengguna.
Salah satu faktor utama adalah adanya ketidakseimbangan antara anggaran subsidi yang disediakan negara dengan realisasi di lapangan bahkan membuka celah kebocoran kuota dan rantai pasok yang panjang. "Kalau harganya dinaikkan terus, antara harapan negara dengan apa yang terjadi tidak sinkron," tegas Bahlil.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LPG 3 Kg Tak Dijual ke Pengecer, Begini Cara Daftar Jadi Pangkalan