Meramal Bisnis Rokok Tahun Ini, Emiten Mana Paling Ngebul?

5 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah pada tahun ini tidak menaikkan cukai rokok, tetapi menaikkan harga jual eceran. Keputusan ini diharapkan bisa mengurangi beban industri rokok. 

Sebagaimana diketahui, pemerintah memastikan tidak akan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok pada 2025.

Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2024 tentang tarif cukai hasil tembakau berupa rokok elektronik dan hasil pengolahan tembakau lainnya, serta PMK Nomor 97 Tahun 2024 tentang tarif cukai hasil tembakau berupa sigaret, cerutu, rokok daun atau klobot dan tembakau iris.

Namun, melalui peraturan tersebut pemerintah menaikkan harga jual eceran. Jika melihat dari jenisnya, rokok Sigaret Kretek Tangan (SKT) mengalami kenaikan sekitar 9% - 19%, sementara untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) naik 4% - 7%.

Dari dua kebijakan itu, sebenarnya saling berlawanan arah. Di satu sisi tidak ada kenaikan cukai pada tahun ini bisa memberikan kelonggaran yang akan meningkatkan margin demi menstabilkan kondisi industri.

DI sisi lainnya, menaikkan harga jual eceran malah akan menekan permintaan, yang mana bisa menghambat keuntungan dari kebijakan tidak ada kenaikan cukai.

Lantas, siapa yang akan diuntungkan?

Dari aturan tersebut, meskipun ada kenaikan HJE, untuk perusahaan yang memiliki produk rokok jenis SKM akan cenderung lebih diuntungkan karena kenaikan HJE tidak setinggi SKT.

Dari sini kami mencermati, emiten rokok PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) yang diuntungkan karena memiliki porsi penjualan dari SKM paling banyak, dari data penjualan 2024 kontribusinya mencapai lebih dari 50%. Berikut rinciannya :

Pemain besar rokok yang akan diuntungkan juga adalah PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang memiliki porsi penjualan dari rokok jenis SKM mencapai lebih dari 87% pada 2024.

Dua emiten itu akan diuntungkan dengan porsi penjualan SKM yang lebih besar. Jika melihat secara historis, industri rokok biasanya akan mengalami tekanan dari kenaikan tarif cukai rata-rata 10% tiap tahunnya.

Dengan tidak adanya beban kenaikan cukai tahun ini, ditambah rata-rata kenaikan harga jual eceran SKM hanya berkisar 4%-7%, maka gambaran kasar untuk selisih keuntungan yang didapatkan bisa berkisar 3% - 6%.

Mengacu pada data kuartal akhir tahun lalu, HMSP tercatat memiliki margin keuntungan paling tinggi, dengan Gross Profit Margin (GPM) di level 16,23%, sementara Net Profit Margin (NPM) terjaga di 4,83%.

Sementara itu pada periode yang sama, untuk GGRM memiliki margin keuntungan lebih tipis, untuk GPM berada di 8,31%, sementara NPM malah mengalami kontraksi sebesar -0,05%.

Melihat dari kondisi tersebut, proyeksinya laba bersih HMSP dan GGRM akan naik pada tahun ini.

Melansir data Simply Wall St, untuk HMSP laba diperkirakan naik 8% secara tahunan (yoy) dari posisi tahun lalu sebesar Rp6,65 triliun menjadi Rp7,19 triliun, sementara GGRM akan mengalami kenaikan laba lebih pesat dari Rp980,8 miliar menjadi Rp1,71 triliun, melesat 74,35% yoy.

Forecast Pendapatan dan Laba Bersih HMSPFoto: Simply Wall St
Forecast Pendapatan dan Laba Bersih HMSP

Forecast Pendapatan dan Laba Bersih GGRMFoto: Simply Wall St
Forecast Pendapatan dan Laba Bersih GGRM

CNBC INDONESIA RESEARCH 

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |