Mencermati 'Ledakan' Seni Upcycling Indonesia

2 hours ago 1

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Penulis baru-baru ini berbincang dengan tiga seniman muda Indonesia, yaitu Begok Oner, Sharon Joe, dan Octo Cornelius dalam rangkaian diskusi informal untuk mengerti dunia seni berkelanjutan lebih dalam di Jakarta dan Yogyakarta. Ini menjadi sebuah titik balik reflektif yang mendalam bagi penulis.

Kegiatan tersebut bukan sekadar obrolan santai, melainkan menjadi mata air awal bagi penulisan ini untuk membedah sebuah paradoks besar dalam tantangan lingkungan nasional kita: Indonesia yang bergulat dengan 68 juta ton sampah per tahun kini melahirkan revolusi kreatif melalui seni upcycling yang seharusnya menjadi salah satu prioritas utama.

Begok Oner, seniman graffiti asal Yogyakarta, menciptakan karya upcycling dari reruntuhan kota. Perjalanannya dimulai pada tahun 2017 saat menyemprot graffiti di berbagai tempat, merasa nyaman di bangunan terbengkalai atau "mayat arsitektur".

Pada tahun 2020, obrolan dengan senior seperti Soni Irawan memperdalam fokusnya: seniman jalanan memberi "kehidupan kedua" pada tembok usang. Puncaknya pada tahun 2024 saat revitalisasi Benteng Keraton, di mana coretan seperti "sepi suwung cah!! Tonggne ilang" mencerminkan duka warga.

"Apa yang kami lakukan adalah menghidupkan kembali yang terlupakan," ujar Begok. Dari pengalaman penulis, pendekatan Begok ini patut dijadikan blueprint urban renewal nasional yang inklusif dan hemat biaya.

Sharon Joe, bintang baru di scene upcycling Indonesia, memulai dari proyek SMA kelas 10: lampu dari botol sampah. "Saya sedih lihat sampah dunia ini sebanyak itu. Daur ulang sulit dengan sistem sekarang, apa yang bisa kita lakukan?"

Kini ia mencampur seni, fotografi, dan instalasi interaktif dari limbah kapal fiber serta boneka manekin. Tujuannya dorong sentuhan: "Benda kecil ciptakan rantai reaksi. Apa yang kau tinggalkan pengaruh orang berikutnya." Menurut penulis mengelola Triftin, interaktivitas Sharon justru kunci revolusioner mengubah perilaku masyarakat acuh terhadap sampah plastik banjir.

Octo Cornelius, fotografer yang kini mengeksplorasi material, terinspirasi gedung tua saat kuliah. "Sayang sekali terbengkalai," gumamnya, membayangkan masa jayanya sambil riset sejarah samar. Masa kecilnya main kayu dengan tukang membawa "kesadaran material", belajar ekologi kayu, batu, bata.

"Keberlanjutan berarti refleksi manusia yang bergantung material tanpa hancurkan ekosistem. Eksplorasi tanpa eksploitasi, mulai 'secukupnya' di sekitar terdekat." Penulis tegas menyatakan, konsep "secukupnya" Octo harus jadi kurikulum wajib pendidikan nasional cegah krisis material di depan mata.

Harapan mereka tunjukkan potensi luar biasa: Begok hidupkan ruang terlupakan, Sharon dorong interaksi, Octo tanamkan kesadaran material. Penulis memiliki keyakinan penuh ketiga seniman ini bukti nyata kreativitas lokal bisa jadi mesin penggerak utama ekonomi hijau jika pemerintah berani dukung kebijakan konkret sekarang juga.

Secara ekonomi, ledakan ini selaras dorongan ekonomi sirkular Indonesia. Industri kreatif berkontribusi 7% PDB, bisa membengkak dua kali lipat menarik pembeli internasional seperti lelang eco Sotheby's.

Tantangan infrastruktur sumber material terbatas tak boleh diabaikan. Pemerintah wajib segera investasi inkubator seniman dan bank sampah skala nasional, ubah kecerdikan lokal jadi ekspor bernilai miliaran.

Saat pencarian "seni berkelanjutan Indonesia" melonjak, pembaca CNBC Indonesia harus sadar: seniman muda sedang bangun masa depan hijau menguntungkan, pemerintah jangan ketinggalan momentum emas ini.


(miq/miq)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |