Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia beragam pada perdagangan pekan ini didorong oleh rilis data-data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang mengecewakan sehingga menekan dolar AS yang menguntungkan mata uang Asia.
Merujuk data Refinitiv mata uang won Korea Selatan menjadi yang paling kuat terhadap dolar AS dengan penguatan 1,6% sepanjang pekan ini. Sementara yen Jepang menjadi mata uang terlemah dengan depresiasi 0,5%.
Kemudian mata uang rupiah mampu menguat tipis terhadap dolar AS dengan penguatan 0,09% sepanjang pekan menjadi Rp16.270 per dolar AS pada pada penutupan perdagangan Kamis (5/6/2025).
Mayoritas mata uang Asia bergerak beragam di tengah indeks dolar yang cenderung melemah sepanjang minggu ini. Mengutip data Refinitiv indeks dolar AS melemah 0,16% pada minggu ini.
Data-data ekonomi AS yang kontra pertumbuhan ekonomi disinyalir menjadi penekan dolar indeks yang menguntungkan mata uang Asia.
Misalnya saja Laporan ketenagakerjaan ADP menunjukkan sektor swasta hanya menambahkan 37.000 pekerja ke dalam daftar gaji mereka pada Mei 2025, jumlah terendah sejak Maret 2023. Angka ini turun dari revisi ke bawah sebesar 60.000 pada April dan jauh di bawah perkiraan sebanyak 115.000.
Sektor jasa menyumbang 36.000 pekerjaan baru, dipimpin oleh sektor hiburan/perhotelan (38.000), kegiatan keuangan (20.000), dan informasi (8.000), sementara terjadi kehilangan pekerjaan di sektor profesional/jasa bisnis (-17.000), pendidikan/kesehatan (-13.000), serta perdagangan/transportasi/utilitas (-4.000). Selain itu, sektor produksi barang kehilangan 2.000 pekerjaan, karena penurunan di sektor sumber daya alam/pertambangan (-5.000) dan manufaktur (-3.000) mengimbangi kenaikan 6.000 pekerjaan di sektor konstruksi.
Sementara itu, pertumbuhan gaji tahunan untuk pekerja yang tetap di pekerjaan mereka hampir tidak berubah di angka 4,5%, dan gaji untuk pekerja yang berpindah pekerjaan naik 7%, tetap sama dengan angka revisi April.
Kemudian, PMI jasa ISM mengisyaratkan kontraksi pada bulan Mei untuk pertama kalinya dalam hampir setahun, mencerminkan penurunan tajam dalam bisnis baru dan meningkatnya biaya input yang kemungkinan diperburuk oleh kenaikan tarif baru-baru ini.
Selain itu, dolar melemah juga karena kekhawatiran perdagangan meningkat setelah Presiden AS, Donald Trump pada hari Jumat mengumumkan rencana untuk menggandakan tarif pada baja dan aluminium hingga 50%, mulai hari Rabu pekan ini.
Ketegangan perdagangan antara AS dan China juga kembali terjadi setelah Trump menuduh China melanggar gencatan senjata perdagangan baru-baru ini. "Dalam jangka panjang, akan semakin jelas bahwa pemerintah AS tidak berniat meninggalkan tarif," kata analis Commerzbank Michael Pfister dalam sebuah catatan.
Adapun laporan Job Openings and Labor Turnover Survey (JOLTS) yang dipublikasikan oleh Bureau of Labor Statistics (BLS) juga memberi tekanan terhadap mata uang Asia. Jumlah lowongan pekerjaan di akhir April mencapai 7,39 juta, naik dari 7,2 juta pada Maret dan melampaui ekspektasi pasar yang sebesar 7,1 juta.
BLS juga mencatat bahwa jumlah perekrutan dan pemisahan tenaga kerja selama bulan tersebut relatif stabil, masing-masing berada di angka 5,6 juta dan 5,3 juta. Rinciannya, pengunduran diri tercatat sebanyak 3,2 juta, sedangkan PHK dan pemberhentian berjumlah 1,8 juta, yang secara umum tidak mengalami perubahan signifikan dibanding bulan sebelumnya.
(ras/ras)