Malapetaka Gulung Eropa bak 'Neraka', Warga Mengungsi-Situasi Mencekam

7 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Gelombang panas ekstrem yang lebih awal dari biasanya melanda Eropa dan memicu kebakaran hutan besar di Turki dan Prancis, memaksa lebih dari 50.000 orang mengungsi. Pihak berwenang di sejumlah negara mengeluarkan peringatan kesehatan karena suhu melonjak drastis.

"Sebagian besar wilayah Eropa Barat mengalami kondisi panas dan gelombang panas ekstrem yang biasanya terjadi pada bulan Juli atau Agustus, bukan Juni," kata Samantha Burgess, Pimpinan Strategis untuk Iklim di Layanan Perubahan Iklim Copernicus Uni Eropa, seperti dikutip Reuters.

Pada Senin (30/6/2025), petugas pemadam kebakaran di Turki dan Prancis berjibaku melawan kobaran api saat suhu ekstrem melanda sebagian besar Eropa. Di Turki, api melalap hutan di provinsi barat Izmir selama dua hari berturut-turut.

Menteri Kehutanan Ibrahim Yumakli menyatakan, angin kencang memperparah situasi dan telah memaksa evakuasi lebih dari 50.000 orang, termasuk 42.000 di wilayah Izmir.

"Kami terus mengerahkan seluruh sumber daya untuk mencegah api menjalar ke pemukiman," kata Yumakli kepada media lokal.

Lembaga penanggulangan bencana Turki, AFAD, menegaskan bahwa lima wilayah terdampak langsung oleh kebakaran ini. Kebakaran hutan bukan hal baru di wilayah pesisir Turki, yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami musim panas yang semakin kering dan panas. Ilmuwan menyebut perubahan iklim akibat aktivitas manusia sebagai pemicunya.

Sementara itu di Prancis, api membakar 400 hektar di departemen Aude, barat daya negara itu. Suhu mencapai 40°Celcius pada Minggu, memicu evakuasi tempat perkemahan dan sebuah biara. Meski api telah dikendalikan, pihak berwenang menyatakan kebakaran belum sepenuhnya padam.

Layanan cuaca Prancis, Météo-France, mengeluarkan peringatan gelombang panas oranye untuk 84 dari 101 departemen hingga pertengahan pekan. Dia menambahkan bahwa suhu di sejumlah lokasi tercatat 5-10 derajat Celsius di atas normal.

Kondisi serupa terjadi di negara Eropa lainnya. Di Spanyol, suhu menyentuh 43,7°Celcius di El Granado, dengan AEMET menyebut Juni ini kemungkinan jadi yang terpanas dalam sejarah. "Setidaknya hingga Kamis, panas yang menyengat akan terus berlanjut," ujar juru bicara AEMET, Rubén del Campo.

Di Italia, 16 kota termasuk Roma dan Milan berada dalam status siaga merah. Pemerintah wilayah Lombardy bahkan mempertimbangkan larangan kerja luar ruangan pada jam-jam terpanas. Kementerian Kesehatan Italia memperingatkan risiko tinggi bagi bayi, lansia, dan pekerja luar ruangan.

Di Jerman, suhu melonjak hingga 34 derajat Celcius, mendorong pihak berwenang mengimbau masyarakat membatasi penggunaan air. Gelombang panas juga menurunkan permukaan air Sungai Rhine, menghambat pengiriman dan mendongkrak biaya logistik. Harga listrik harian di Jerman dan Prancis melonjak karena meningkatnya permintaan AC dan pendingin udara.

Laporan Swiss Re menyebutkan suhu ekstrem membunuh hingga 480.000 orang setiap tahun di seluruh dunia. Angka yang melebihi gabungan korban bencana seperti banjir, gempa bumi, dan badai.

Para ahli memperingatkan bahwa suhu ekstrem yang kian sering terjadi menimbulkan risiko besar bagi infrastruktur, ekonomi, dan sistem kesehatan.

"Penyebab utamanya adalah emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil," tegas Samantha Burgess. "Tanpa pengurangan emisi yang signifikan, kejadian ekstrem seperti ini akan menjadi norma baru."


(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Jepang Dilanda Kebakaran Hutan Terbesar, Telan Korban Jiwa

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |