Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menerapkan tarif tinggi bagi produk negara lain termasuk Indonesia berpotensi membuat ekspor produk RI jeblok, salah satunya furnitur.
Ketua Umum Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengungkapkan ada dampak mengerikan, yakni potensi banyaknya industri yang ikut gulung tikar.
"Risiko industri tutup atau mati bagi UMKM dan pabrik skala kecil hingga menengah, itu yang paling rentan. Jika insentif fiskal seperti bunga kredit murah serta tax allowance ekspor tidak jalan maka likuiditas macet dan biaya modal tinggi, akibatnya banyak unit tidak bisa produksi. Estimasi konservatif ya sebanyak 5-10% dari total unit aktif bisa berhenti operasi untuk yang marketnya 100% ke AS," katanya kepada CNBC Indonesia, Selasa (1/7/2025).
Berhenti operasinya sejumlah industri bisa berdampak kepada semua rantai pasok serta ekonomi masyarakat secara keseluruhan.
"Lebih jauh efek dominonya mata rantai upstream serta downstream kena imbas misalnya supplier kayu, penyuplai hardware, logistik, finishing, hingga trade show organizer semua kena dampaknya," sebut Abdul Sobur.
Pengusaha Minta Sederet Insentif
Karena itu pelaku usaha berharap pemerintah menegaskan kembali, Indonesia adalah mitra strategis jangka panjang bagi Amerika Serikat, dan siap menjalankan konsep trade balance yang adil dan berkelanjutan serta mempercepat penyelesaian perjanjian strategis seperti IEU-CEPA dan membuka akses ke pasar BRICS dan Timur Tengah melalui misi dagang aktif untuk mendiversifikasi pasar.
"Untuk mereformasi ekosistem ekspor, kami mendorong pembebasan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk produk hilir, penyederhanaan prosedur karantina, dan percepatan layanan logistik ekspor," ujar Abdul Sobur.
Kemudian perlunya insentif fiskal bagi eksportir dimana pembebasan PPN ekspor, restitusi dipercepat, dan pembiayaan dengan bunga rendah di bawah 6%, serta insentif pajak penghasilan bagi eksportir yang berkontribusi besar terhadap penciptaan lapangan kerja dan perolehan devisa.
Tidak kalah penting yakni perlindungan pasar dalam negeri karena menjadi target negara-negara produsen mebel terkuat. Pengetatan importasi adalah antisifasi dan sekaligus buffer untuk substitusi pasar ekspor apabila terjadi penurunan volume ekspor ke Amerika Serikat
"Pada akhirnya kebijakan tarif bukan sekadar soal angka, melainkan menyangkut nasib jutaan pekerja dan masa depan industri strategis nasional," sebut Abdul Sobur.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Usai Terbakar Hebat, Pesanan Mebel dari California Berdatangan ke RI