Langkah Strategis Tingkatkan Kepatuhan dan Penerimaan Pajak RI

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Penerimaan negara dari sektor perpajakan memegang peran penting dalam menopang belanja negara dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di tengah kebutuhan fiskal yang terus meningkat, Indonesia masih menghadapi tantangan serius: tingkat kepatuhan pajak masyarakat yang belum optimal.

Mengapa Kepatuhan Pajak Masih Menjadi Masalah?

Pertanyaan mendasar ini dijawab lugas oleh ekonom ternama asal Amerika Serikat, Arthur B. Laffer, dalam program Manufacture Check CNBC Indonesia: "Kepatuhan pajak secara langsung dipengaruhi oleh seberapa tinggi tarif pajaknya, sesederhana itu."

Laffer menekankan bahwa tarif pajak yang terlalu tinggi justru mendorong perilaku penghindaran pajak. Alih-alih mendorong kontribusi, tarif tinggi malah menciptakan beban psikologis dan ekonomi bagi wajib pajak.

"Akibatnya, orang mulai mengakali pajaknya. Mereka berhenti menjalankan usahanya dan justru lebih fokus pada urusan pajak ketimbang kegiatan bisnis yang seharusnya mereka lakukan,"

Data Direktorat Jenderal Pajak mencatat bahwa pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2024 mencapai 16,52 juta, melampaui target yang ditetapkan. Namun, rasio kepatuhan formal justru mengalami penurunan menjadi 85,75%, lebih rendah dibandingkan tahun 2023 (86,97%) dan 2022 (86,8%).

Penurunan ini menunjukkan bahwa meskipun kesadaran pelaporan meningkat, kepatuhan substansial masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi otoritas pajak.

Laffer menegaskan bahwa tarif pajak yang rendah bukan hanya strategi fiskal, tetapi juga pendekatan psikologis yang mendorong kepatuhan secara sukarela. "Jadi, cara terbaik untuk meningkatkan kepatuhan adalah dengan menetapkan tarif pajak serendah mungkin, agar insentif untuk menghindari pajak menjadi sekecil mungkin. Anda harus memastikan untuk tidak merugikan mereka," terangnya.

Lebih lanjut, ia menyoroti pentingnya rasa keadilan dalam sistem perpajakan. Ketimpangan persepsi antara kelompok kaya dan kelas menengah dapat menciptakan ketidakpercayaan terhadap sistem.

"Anda harus memastikan bahwa mereka merasa pajak yang dikenakan itu adil. Kalau masyarakat merasa pajak itu adil, mereka akan patuh dan membayarnya dengan jujur," katanya.

Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Dalam konteks ini, Laffer menilai bahwa pendekatan tarif rendah menjadi semakin relevan.

"Prinsip ini justru lebih penting di Indonesia dibandingkan negara lain, karena Anda punya perekonomian yang sedang tumbuh dan butuh berkembang. Anda perlu memastikan para produsen, pelaku industri, wirausaha, dan investor bisa fokus pada pertumbuhan, bukan pada pajak. Tarif pajak harus cukup rendah agar kepatuhan bisa terjadi secara sukarela, bukan karena orang merasa dipaksa atau dirugikan," jelasnya.

Pernyataan ini menjadi pengingat penting bahwa reformasi perpajakan tidak hanya soal angka, tetapi juga soal membangun kepercayaan, menciptakan keadilan, dan memastikan bahwa sistem perpajakan menjadi katalisator, bukan penghambat, bagi pertumbuhan ekonomi nasional.


(mij/mij)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Sadar Disorot Investor, Sri Mulyani Buka-bukaan Soal Setoran Pajak RI

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |