Jakarta, CNBC Indonesia - Total aset Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPR/BPRS) merangkak naik di saat jumlah bank-nya terus menurun.
Statistik Perbankan Indonesia yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total aset BPR sebesar Rp203,68 triliun per Maret 2025, naik 31,34% dari total aset BPR pada akhir tahun 2020 sebesar Rp155,07 triliun. Sementara itu, jumlah BPR tercatat sebanyak 1.345 bank Maret 2025, turun 161 bank sejak akhir tahun 2020.
Kondisi ini terjadi berkat aksi merger BPR/BPRS dalam rangka memenuhi modal inti minimum Rp6 miliar dan konsolidasi kepemilikan bank di bawah satu entitas atau single presence policy (SPP). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae mengatakan upaya ini akan terus didorong agar seiring jumlah BPR menurun, kekuatannya semakin besar.
"Walaupun BPR [modalnya] kecil, dengan peningkatan kapasitas yang katakanlah minimum, katakanlah dari modal Rp3 miliar menjadi Rp6 miliar saja gitu, dan kemudian dilakukan merger dan lain sebagainya itu, itu sudah sangat membantu ekonomi sosialnya dari BPR," kata Dian di Amanaia Menteng, pada Selasa (3/6/2025) lalu.
Menurutnya, aksi konsolidasi BPR/BPRS sedang marak dilakukan. Dian memperkirakan jumlah BPR/BPRS dapat lanjut menurun hingga tersisa 1.000 bank.
"Karena itu BPR kan sekarang konsolidasinya sangat rame ya. Sedang besar-besaran dari BPR melakukan konsolidasi itu," katanya.
Dian melanjutkan, "Dulu kan saya pernah ngomong pada awal-awal gitu kan, saya akan targetkan menjadi seribu. Tapi ternyata tanpa saya harus memaksa segala macam pun, kayaknya jumlah itu akan tercapai."
Ia mengatakan penguatan BPR/BPRS penting dilakukan. Sebab, BPR yang hanya diwajibkan memiliki modal inti minimum Rp6 miliar, bisa melakukan berbagai layanan seperti bank umum.
"Bisa listed, bisa payment system, bisa transaksi devisa gitu kan. Kan ini kalau tidak dibenahi, tidak diperkuat dari semua aspeknya gitu, risk managementnya, terus kemudian masalah yang apa namanya, governance dan lain sebagainya, itu malah repot gitu. Malah jangan-jangan yang cita-citanya BPR itu bisa ke pasar modal, jangan-jangan kalau tidak diberesin, tidak akan banyak BPR yang akan bisa listed gitu," terang Dian.
Ketua Umum Perhimpunan Bank Perekonomian Rakyat (Perbarindo), Tedy Alamsyah mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa secara umum, aksi korporasi merger BPR/BPRS juga dilakukan untuk pengembangan bisnis masing-masing entitas.
Terbaru, ada 4 BPR menyatakan rencananya untuk melakukan merger besar-besaran. Keempatnya adalah PT BPR Bina Sejahtera Insani (Binsani), PT BPR Rejeki Insani, PT BPR Dutabhakti Insani, dan PT BPR Bina Kharisma Insani.
Mengutip pengumuman di situs resmi BPR Binsani, BPR Binsani yang terletak di Karanganyar, Jawa Tengah itu akan menjadi surviving entity yang menerima penggabungan ketiga BPR lainnya. Adapun BPR Rejeki Insani terletak di Surakarta, Jawa Tengah; BPR Dutabhakti Insani terletak di Blora, Jawa Tengah; dan BPR Kharisma Insani terletak di Sidoarjo, Jawa Timur.
Sebelumnya pada tahun 2023, PT Modern Multiartha (MMA) mengumumkan akan melakukan merger terhadap 10 BPR yang di bawah kendalinya. Kesepuluh BPR tersebut tersebar di sepuluh provinsi yang berbeda.
Antara lain, PT BPR Modern Express, PT BPR Irian Sentosa, PT BPR Palu Lokadana Utama, PT BPR Modern Express Jateng, PT BPR Modern Express NTT, PT BPR Modern Express Sultra, PT BPR Modern Express Sulawesi Selatan, PT BPR Modern Express Papua Barat, PT BPR Modern Express Maluku Utara, dan PT BPR Modern Express Sulut.
Sementara itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tengah berfokus untuk melakukan merger terhadap BPR/BPRS miliknya yang jumlahnya mencapai 20 bank. Sebelumnya, Ketua PP Muhammadiyah Anwar Abbas mengaku keberatan dengan keharusan ini karena perbedaan budaya korporasi masing-masing bank. Namun, Dian menegaskan peraturan single presence policy berlaku merata terhadap semua grup.
(ayh/ayh)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Perkuat Perbankan, Mandat LPS Diperluas Setara LPS Negara Maju