Jelang Paskah, Harga Telur Turun Drastis hingga 40%

1 day ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Bersamaan momentum Paskah, harga telur di Amerika Serikat (AS) turun drastis setelah berbulan-bulan mengalami kelangkaan yang membuat harganya sangat mahal.

Merujuk laporan USDA Egg Markets Overview, harga grosir telur besar dalam kemasan karton turun drastis dari rekor tertinggi yang dicapai pada awal Maret 2025 di US$ 8,17 per lusin atau sekitar Rp137.256 menjadi US$ 4,90 per lusin atau Rp82.320. Penurunan ini mencetak rekor tercepat hanya dalam seminggu.

Sejak saat itu, harga telur terus melandai dan per 18 April 2025 berada di US$ 3,13 per lusin, jika diakumulasi sudah turun 46,08% sejak awal tahun.

Harga telur grosir di ASFoto: Tradingeconomics
Harga telur grosir di AS

Penurunan ini terjadi seiring dengan pasokan telur yang meningkat lebih dari 4%. Sayangnya, kabar baik ini efeknya tak semulus bisa langsung ke tangan pembeli retail.

Pengecer masih lambat menurunkan harga ke konsumen dengan alasan untuk menjaga kestabilan stok dan mengantisipasi fluktuasi pasokan. Jadi, meskipun harga grosir sudah turun, tetapi harga ritel relatif sulit diprediksi.

Melansir laporan terbaru Consumer Price Index (CPI), World Agricultural Supply and Demand Estimates (WASDE), dan USDA Agricultural Marketing Service (AMS) Egg Markets Overview menunjukkan bahwa pasar sedang berada dalam masa transisi dan kemungkinan besar tidak akan kembali ke kondisi normal seperti sebelum inflasi dalam waktu dekat.

Laporan Consumer Price Index (CPI) Februari 2025 menyoroti bahwa harga telur menjadi penyumbang utama inflasi makanan.

Sebelumnya, harga melonjak 10,4% hanya pada Februari, sementara dalam setahun naik 58,8%, jauh melampaui kenaikan indeks makanan rumahan yang hanya 1,9%.

Terlepas dari pergerakan harga grosir, laporan World Agricultural Supply and Demand Estimates (WASDE) Maret 2025 menunjukkan produksi telur mulai pulih.

Namun, biaya pakan seperti jagung dan bungkil kedelai masih tinggi. Hal ini memberikan tekanan beban yang lebih tinggi bagi para produsen.

Jadi meskipun pasokan membaik, biaya produksi tetap menjadi faktor yang bisa menghambat kembalinya harga telur ke level sebelum inflasi.

Selain itu, peralihan menuju sistem produksi telur bebas kandang (cage-free) di negara bagian seperti California dan Massachusetts juga ikut mempengaruhi harga yang memperlambat penyesuaian industri terhadap perubahan permintaan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |