Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) RI membeberkan alasan lambatnya perkembangan industri hijau di Indonesia. Salah satunya karena kurang pedulinya perusahaan atau industri akan hal tersebut.
Beberapa perusahaan diklaim baru mulai bergerak setelah lembaga perbankan mensyaratkan bakal mempermudah perusahaan yang sudah mulai mengarah pada industri hijau.
"Yang pertama sekali adalah awareness. Level of awareness dari pelaku industri itu sangat berbeda, sangat bervariasi. Dan motif mereka untuk bertransformasi juga beda-beda. Ada yang dipaksa oleh offtaker-nya, ada yang dipaksa oleh investornya, ada yang dipaksa oleh financial institution karena mau mengajukan pembiayaan. Tapi banyak sekali industri yang gak kena motif itu," kata Kepala Pusat Industri Hijau Kemenperin Apit Pria Nugaraha di Kemenperin, Senin (16/6/2025).
Selain itu, masih banyak industri itu yang bingung dan tidak tau tujuan bertransformasi pada industri hijau. Mereka tidak memandang transformasi industri hijau sebagai satu hal benefit yang kuat untuk meningkatkan daya saing dari sisi ekonomi maupun kualitas.
"Jadi mereka berpikir buat apa sih yang transformasi? Karena tidak ada push factor ini. Nah, kami dari pemerintah, sekarang sedang memformasikan sebuah kebijakan. Jadi nanti jadi policy driven, dipaksa oleh regulasi. Karena kalau mereka gak dipaksa oleh offtaker, gak dipaksa oleh investor, sama financial institution, ya pemerintah yang harus memaksa," sebut Apit.
Ia pun memberi bocoran bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan untuk membentuk lembaga khusus yang bertujuan untuk mendukung pembiayaan industri hijau.
"Kalau pembiayaan nanti rencananya kita akan membuat, ini masih dalam diskusi ya dengan World Bank dan teman-teman Kementerian Keuangan dan Bapenas. Kita akan membuat semacam Industrial Recapitalization Fund, itu blended financing di level nasional yang memang penggunaannya khusus penggunaannya untuk industrial recapitalization, untuk recapitalization sektor industri," sebut Apit.
"Yang bisa taruh uang di sana siapa aja? siapapun bisa. Bukan cuma World Bank, bukan cuma ADB, tapi semua donor, maupun filantropis bisa chip in, taruh uang di situ. Yang penting kita sepakatin dulu nanti mekanisme financial scheme-nya seperti apa, lalu investment grade auditnya harus seperti apa, bisnis modelnya bagaimana. Rencana mudah-mudahan kalau semuanya sesuai harapan kami berjalan semua 2027 harusnya seiring sejalan dengan kebijakan penurunan emisi tadi," lanjutnya.
Selain itu direncanakan juga Mandatory Carbon Market yang ditargetkan mulai berlaku pada 2027. Ketika mulai berjalan Apit menekankan bahwa perlunya harmonisasi dari semua institusi negara.
"Belum lagi kita harus membangun kelembagaan. Belum lagi harus menyiapkan platform pendukung dengan sistem informasinya, data inventory-nya. Jadi, tapi kan kita Sudah mulai. Jadi ya, begitu tantangannya. Kenapa lambat ya? Memang banyak yang harus kita lakukan," ungkap Apit.
(pgr/pgr)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bocoran Subsidi Motor Listrik: Bukan Rp 7 Juta Lagi Tapi Ini