Jakarta, CNBC Indonesia — Harga minyak mentah dunia bergerak melemah pada perdagangan Senin (11/8/2025) pagi waktu Indonesia, di tengah meningkatnya ekspektasi pasar atas kemungkinan berakhirnya sanksi terhadap pasokan minyak Rusia.
Melansir Refinitiv, pada pukul 10.05 WIB, harga Brent untuk kontrak acuan LCOc1 terakhir berada di US$66,29 per barel. Sementara itu, harga WTI (CLc1) tercatat di US$63,52 per barel.
Pelemahan ini terjadi setelah Presiden AS Donald Trump pada Jumat lalu mengumumkan rencana pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 15 Agustus di Alaska untuk merundingkan akhir perang Ukraina. Harapan pun muncul bahwa sanksi yang selama ini membatasi ekspor minyak Rusia ke pasar global dapat dicabut, yang berpotensi menambah pasokan di tengah permintaan yang lesu.
Namun, Trump juga menetapkan tenggat pekan lalu bagi Rusia untuk menyepakati perdamaian, atau pembeli minyak Rusia akan menghadapi sanksi sekunder. AS bahkan menekan India untuk mengurangi pembelian minyak dari Moskow.
Selain isu geopolitik, pasar juga menantikan rilis data inflasi AS (CPI) pada Selasa besok. "Jika CPI lebih lemah dari ekspektasi, pasar akan melihat peluang pemangkasan suku bunga The Fed lebih cepat dan lebih besar, yang bisa mendorong permintaan minyak," ujar analis IG Markets Tony Sycamore. "Sebaliknya, inflasi yang panas akan memicu kekhawatiran stagflasi dan menunda pemangkasan suku bunga."
Tekanan tambahan datang dari tarif impor baru AS terhadap puluhan negara yang mulai berlaku pekan lalu. Kebijakan ini diperkirakan membebani aktivitas ekonomi karena memaksa rantai pasok beralih jalur dan meningkatkan inflasi.
Sepanjang pekan lalu, Brent anjlok 4,40%, sedangkan WTI merosot 5,10%, terseret prospek ekonomi global yang suram. Sejak awal tahun, harga minyak telah kehilangan lebih dari 10% nilainya, meski OPEC+ mulai mengembalikan sebagian produksi ke pasar.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
[Gambas:Video CNBC]