Fenomena Baru Terjadi di Negara-negara Arab, Ada Apa?

2 days ago 7

Jakarta, CNBC Indonesia - Negara-negara Arab identik dengan penduduk beragama Islam. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, ada fenomena baru yang marak bermunculan.

Warga negara-negara Arab beralih menjadi ateis atau tidak percaya Tuhan. Padahal, menurut data dari Pew Research Center, 93% masyarakat yang tinggal di negara-negara Arab memeluk agama Islam. Jumlahnya sekitar 317 juta orang.

Lantas, kenapa sekarang banyak warga negara Arab yang jadi ateis? Perlu diketahui, fenomena ini muncul dalam satu dekade terakhir.

Ada beberapa survei yang memaparkan fakta demikian. Pada 2019, survei BBC International menunjukkan terjadi peningkatan persentase penduduk yang tidak beragama, dari awalnya hanya 8% pada 2013 menjadi 13% pada 2019.

Beberapa lembaga juga pernah melakukan jajak pendapat dalam tingkat regional. Di Iran, dalam riset "Iranian's Attitudes Toward Religion (2020)" terungkap bahwa 47% dari 40.000 responden mengaku telah beralih dari beragama menjadi ateis.

Di negara Timur Tengah lain seperti Turki, paham ateisme juga kian populer. Negara yang mayoritas berpenduduk Muslim itu mencatat peningkatan jumlah ateis dalam kurun 10 tahun terakhir.

Dalam laporan lembaga survei Konda pada 2019, ditemukan bahwa jumlah orang Turki yang mengaku menganut Islam telah turun dari 55% menjadi 51%.

"Penurunan ini bukan beralih ke agama lain, tetapi menjadi ateis," bunyi laporan tersebut.

Sedangkan di Mesir, mengutip Deutsche Welle, Universitas Al-Azhar Kairo pada 2014 juga melakukan survey tentang topik serupa.

Hasilnya menunjukkan bahwa 10,7 juta dari 87 juta penduduk Mesir mengaku menjadi ateis, mencapai 12,3% dari keseluruhan populasi.

Hal sama juga terjadi di Arab Saudi. Mengutip laporan "Saudi Arabia 2021 International Religious Freedom Report (2021)", tercatat ada 224 ribu yang memilih tidak beragama, baik ateis atau agnostik.

Protes ke Pemerintah

Dengan begitu, Hannah Wallace dalam artikel "Men without God: The Rise of Atheism in Saudi Arabia" (2020) menjelaskan ini tidak terlepas dari sikap politik pemerintah yang menggunakan agama. Hal itu, tulisnya, setidaknya terjadi di Arab Saudi.

Akibatnya, penduduk yang kritismenolak dan menganggapnya politisasi. Makin mudah mengakses dan berinteraksi dengan kelompok serupa di dunia maya juga memengaruhi tren ini.

Di Turki, kepemimpinan Erdogan juga diklaim menggeser konsep sekularisme yang telah diajarkan oleh Mustafa Kemal Ataturk.

Beberapa aturan ketat agama diterapkan seperti melarang minuman keras, sehingga membuat beberapa kelompok mulai mengaku tak beragama.

Pendapat lain disampaikan oleh Tamer Fouad, koresponden hubungan internasional Guardian. Menurutnya ada dua hal penyebab meningkatnya ateisme di negara Arab.

Aksi Kekerasan

Pertama, adanya pandangan negatif terhadap agama karena pemberitaan buruk. Mulai dari penghancuran masjid, pembakaran gereja, hingga aksi kekerasan lain atas nama agama.

Kedua, munculnya kegagalan kepemimpinan partai dan tokoh Islam pasca-Arab Spring. Arab Spring atau Musim Semi Arab yang berupaya menghadirkan demokratisasi dan perbaikan ekonomi kenyataannya gagal dilakukan oleh banyak negara yang dipimpin dua pihak tersebut.

Kegagalan negara untuk memperbaiki kualitas kehidupan politik dan ekonomi membuat rakyat kecewa. Akibatnya mereka tidak lagi memilih partai dan tokoh Islam sebagai pemimpin, sekaligus juga memilih untuk tidak lagi hidup dengan agama.

Meski begitu, Brian Whitaker di Al-bab menyebut menjadi orang Arab dan tak beragama sekaligus adalah hal sulit karena sangat berbahaya. Sebab, mereka bisa dikucilkan oleh keluarga, teman, dan lingkungan.

Bahkan, bisa juga mendapat hukuman mati dari negara. Jadi, salah satu cara untuk lepas dari bahaya itu adalah dengan menyembunyikan status mereka.


(fab/fab)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Jurus PLN Hadapi Potensi Beban Turun 30% Saat Lebaran

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |