Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia mencetak rekor tertinggi sepanjang sejarah (all time high) pada pertengahan Oktober, yakni mencapai US$ 4.300 per troy ounce. Capaian ini terjadi berkat government shutdown Amerika Serikat (AS), de-dollarization, dan lonjakan permintaan terhadap aset lindung nilai (hedge).
Ketidakpastian atas kondisi fiskal AS membuat investor beralih dari surat utang pemerintah AS ke emas dan mayoritas bank sentral dunia mempercepat diversifikasi cadangan devisanya. Hasilnya, porsi emas dalam cadangan global melonjak dari 24% menjadi 30%.
Harga emas juga dipengaruhi oleh ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed dan ketegangan dagang AS-Tiongkok yang saling berbalas kebijakan tarif. Meski begitu, pasar menunjukkan ketahanan berkat adanya sinyal kesepakatan setelah pertemuan Presiden Trump dan Presiden Xi pada 30 Oktober lalu di Korea Selatan.
Foto: Grafik harga emas (dok Istimewa)
Imbal Hasil Obligasi Merosot, Saham Domestik Kembali Menggeliat
Menariknya, pasar Indonesia terbukti lebih resilient di tengah gejolak global. Pada pertengahan Oktober 2025, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun turun ke level 5,96% atau level terendah dalam 26 bulan terakhir sejak Agustus 2023. Penurunan ini didorong oleh tingginya permintaan dari investor domestik dan asing, seiring dengan diversifikasi arus modal global yang menjauhi aset berbasis dolar AS.
Penurunan yield obligasi ini memicu rotasi strategis besar-besaran di pasar Indonesia, di mana para pelaku pasar kembali mengalihkan investasi mereka ke saham-saham blue-chip berfundamental kuat dan berdividen tinggi.
Pergeseran ini menjadi katalis positif yang menandai sinyal awal pemulihan minat terhadap pasar saham domestik. Dengan kombinasi likuiditas ketat di pasar obligasi, yield obligasi yang terkompresi, dan potensi imbal hasil saham yang lebih tinggi, pasar saham Indonesia berpotensi menarik aliran dana yang signifikan dari pasar obligasi.
Saham dan reksadana saham yang dikelola secara profesional kini kembali menjadi pilihan menarik bagi investor yang mencari potensi pertumbuhan jangka panjang di tengah penurunan imbal hasil obligasi.
Tidak berhenti di situ, desas-desus wacana MSCI untuk menggunakan data KSEI dalam perhitungan free float saham emiten Indonesia semakin mendapat spotlight perhatian dari para pelaku pasar. Langkah ini berpotensi meningkatkan transparansi dan kredibilitas pasar modal Indonesia di mata investor global.
Foto: Grafik Imbal hasil obligasi RI tenor 10 tahun (dok Istimewa)
Langkah Berani Fiskal Jaga Momentum Pertumbuhan
Pemerintah Indonesia mengumumkan paket stimulus tambahan Rp 30 triliun untuk kuartal IV-2025, menjadikan total dukungan fiskal sebesar Rp 46,2 triliun pada periode ini. Langkah ini penting untuk menjaga ketahanan ekonomi nasional. Melalui stimulus ini, pemerintah menyalurkan bantuan tunai untuk 35 juta rumah tangga, membuka program magang untuk 100.000 lulusan baru, dan memperluas skema cash-for-work di berbagai daerah.
Melalui stimulus ini, pemerintah menyalurkan bantuan tunai untuk 35 juta rumah tangga, membuka program magang untuk 100 ribu lulusan baru, dan memperluas skema cash-for-work di berbagai daerah.
Langkah ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat, menopang pertumbuhan ekonomi kuartal terakhir, serta memberikan ruang pemulihan bagi kelompok berpendapatan rendah yang terdampak.
Outlook November
Pasar modal Indonesia kini memasuki periode krusial menjelang akhir tahun. Keberlanjutan arus dana institusional akan menjadi faktor utama yang diawasi pelaku pasar seiring dengan kombinasi katalis global dan domestik yang beragam.
Pengumuman rebalancing indeks MSCI pada 5 November menjadi salah satu momen penting bagi pasar saham Indonesia, ditandai dengan masuknya sejumlah emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa saat ini.
Selain itu, analisis dari Henan Asset menunjukkan adanya rotasi sektor di pasar modal Indonesia, dengan investor yang mulai beralih ke saham-saham undervalued dengan fundamental kuat seperti saham-saham pada sektor perbankan dan konsumer. Fenomena ini menunjukkan kembalinya minat investor terhadap saham dengan prospek pertumbuhan stabil di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Secara global, hasil pertemuan antara Presiden Trump dan Presiden Xi pada akhir Oktober akan menjadi faktor penting dalam menentukan arah hubungan dagang AS-Tiongkok menjelang akhir tahun. Pergerakan harga emas yang masih tinggi juga berpotensi memengaruhi kinerja saham berbasis komoditas dan arah aliran investasi global. Dari dalam negeri, dampak implementasi stimulus pemerintah senilai Rp 46,2 triliun untuk kuartal IV-2025 terhadap daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi akan menjadi sorotan.
Lantas, November adalah saat yang tepat bagi investor untuk mengevaluasi kembali portofolio dengan perspektif jangka panjang.
Di sinilah peran Manajer Investasi sangat penting sebagai mitra strategis untuk membantu investor menavigasi arah dan memanfaatkan peluang di tengah ketidakpastian global.
"Di Henan Asset, kami percaya bahwa setiap fase pasar membawa nuansa tersendiri. Peran kami bukan hanya dalam memastikan penggapaian peluang untuk Anda, namun juga dalam menavigasi peluang dengan presisi dan ketahanan," tulis Henan Asset, dikutip Selasa (3/11/2025).
Tidak sekadar mengelola portfolio, Henan Asset menyusun solusi investasi berbasis riset, disiplin, dan pemahaman makroekonomi yang mendalam. Portofolio Henan Asset dirancang agar adaptif terhadap perubahan, tanpa kehilangan arah jangka panjangnya.
"Karena investasi bukan sekadar meraih return saat pasar naik, tapi juga menjaga ketenangan saat pasar bergejolak. Dalam setiap kondisi itu, Henan Asset hadir untuk membantu Anda tetap ternavigasi, terarah, dan satu langkah di depan," tutup Henan Asset.
(dpu/dpu)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 6 Saham yang Terbang Setelah Israel Serang Iran

2 hours ago
2
















































