Di Minggu Terakhir 2025, Investor Dibayangi Data dari China-Jepang

2 hours ago 2

SENTIMEN PEKAN DEPAN

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia

28 December 2025 11:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Pelaku pasar keuangan perlu mencermati sederet sentimen penting yang akan mewarnai pergerakan pasar pekan depan. Mulai dari keputusan suku bunga global yang mengejutkan hingga kondisi manufaktur dalam negeri yang justru mencatatkan rekor positif.

Berikut adalah 6 sentimen utama yang wajib dipantau investor untuk menyusun strategi perdagangan pekan depan:

Rilis "Summary of Opinions" Bank of Japan (BOJ)

Pekan depan, Bank of Japan (BOJ) akan merilis dokumen Summary of Opinions dari pertemuan Desember. Dokumen ini dinanti untuk membedah keputusan bulat Bank of Japan (BOJ) secara bulat memutuskan untuk menaikkan suku bunga jangka pendek utamanya sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 0,75% pada pertemuan Desember ini.

Angka ini adalah level tertinggi sejak September 1995, sebuah sinyal kuat bahwa Jepang mulai meninggalkan era kebijakan moneter super longgarnya.

Langkah ini merupakan kenaikan kedua di tahun ini, setelah langkah serupa di Januari. BOJ optimistis bahwa perusahaan-perusahaan di Jepang akan terus menaikkan upah secara stabil pada tahun 2026 seiring membaiknya laba korporasi.

Meski demikian, dewan gubernur BOJ menekankan bahwa suku bunga riil masih "sangat negatif", artinya kondisi keuangan di sana masih cukup akomodatif untuk mendukung aktivitas ekonomi.

Investor perlu mencatat yaitu jika prospek ekonomi berjalan sesuai rencana, BOJ menegaskan akan terus menaikkan biaya pinjaman. Inflasi inti diproyeksikan melambat di bawah target 2% hingga paruh pertama tahun fiskal 2026, sebelum akhirnya kembali naik secara bertahap.

Bendera Jepang Terlihat di Atas Bank of Japan di Tokyo, Jepang pada 21 September 2016 (REUTERS/Toru Hanai)Foto: Bendera Jepang Terlihat di Atas Bank of Japan di Tokyo, Jepang pada 21 September 2016 (REUTERS/Toru Hanai)

Rilis The Fed FOMC Minutes Meeting

Sentimen besar dari Amerika Serikat (AS) adalah rilis notulen rapat FOMC. Dokumen ini akan mengungkap detail perdebatan di balik keputusan Federal Reserve (The Fed) kembali memangkas suku bunga acuan (Fed Funds Rate) sebesar 25 bps ke kisaran 3,5%-3,75% pada pertemuan Desember 2025.

Ini adalah level biaya pinjaman terendah sejak 2022 dan sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Namun, yang menarik adalah adanya perpecahan di tubuh The Fed. Tiga anggota memberikan suara dissenting (menolak), kejadian yang jarang terjadi sejak September 2019.

Ada perdebatan tajam yaitu Stephen Miran menginginkan pemangkasan lebih agresif sebesar 50 bps, sementara Austan Goolsbee dan Jeffrey Schmid justru ingin menahan suku bunga.

Secara proyeksi ekonomi, The Fed merevisi naik pertumbuhan PDB AS untuk 2025 menjadi 1,7% dan 2026 menjadi 2,3%. Inflasi PCE (tolok ukur favorit The Fed) diperkirakan sedikit lebih rendah tahun ini di 2,9%.

Sinyal ke depan menunjukkan The Fed mungkin hanya akan memangkas bunga satu kali lagi sebesar 25 bps pada 2026.

Manufaktur China Masih "Sakit" (NBS PMI)

Kondisi ekonomi mitra dagang terbesar Indonesia, China, masih belum pulih sepenuhnya. Data resmi NBS Manufacturing PMI China untuk November 2025 berada di level 49,2. Meski sedikit naik dari level terendah enam bulan di Oktober (49,0), angka ini masih di bawah 50, yang artinya aktivitas pabrik masih mengalami kontraksi (penurunan).

Konsensus pasar memperkirakan indeks akan berada di level 49,2, sementara forecast sedikit lebih optimis di 49,5.

Ini menandai penurunan aktivitas pabrik selama delapan bulan berturut-turut. Penyebab utamanya adalah permintaan yang masih sangat lemah, persaingan harga yang ketat di dalam negeri, serta sentimen ekspor yang hati-hati akibat ketidakpastian global.

Pesanan baru (new orders) turun selama lima bulan beruntun, dan penjualan asing juga masih lesu. Satu-satunya titik terang adalah kepercayaan bisnis yang sedikit menguat dibanding bulan sebelumnya.

Survei Swasta Juga Tunjukkan Pelemahan (RatingDog PMI)

Selain data pemerintah, survei swasta dari RatingDog juga diproyeksikan masih lemah. Pasar memproyeksikan indeks berada di kisaran 49,8 (Konsensus) hingga 49,9 (Forecast).

Survei ini justru menghasilkan data PMI yang jatuh ke level 49,9 pada November 2025, turun dari 50,6 di bulan sebelumnya. Angka ini meleset dari ekspektasi pasar dan menyentuh level terendah sejak Juli.

Laporan ini mengindikasikan aktivitas pabrik yang stagnan. Output dan pesanan baru jalan di tempat, di tengah adanya pemangkasan tenaga kerja.

Namun, ada sedikit kabar baik dari sisi pesanan asing yang tumbuh dengan laju tercepat dalam delapan bulan berkat upaya pengembangan bisnis. Di sisi biaya, harga input masih naik karena mahalnya harga logam, meskipun tekanan inflasinya mulai mereda ke level terlembut dalam lima bulan terakhir.

Manufaktur Indonesia di Level Tertinggi Sejak Februari

Berbanding terbalik dengan China, industri manufaktur Indonesia justru sedang "ngegas" yang diperkirakan bisa mencapai 53,6 pada bulan Desember.

S&P Global Indonesia Manufacturing PMI naik ke level 53,3 pada November 2025, naik dari 51,2 di bulan Oktober.

Ini adalah level tertinggi sejak Februari dan menandai ekspansi aktivitas pabrik selama empat bulan berturut-turut. Pesanan baru tumbuh paling pesat sejak Agustus 2023, dan output produksi mencatatkan kenaikan tajam. Perusahaan-perusahaan juga kembali merekrut tenaga kerja selama empat bulan beruntun.

Namun, ada tantangan yang perlu diwaspadai yaitu biaya input (bahan baku) mencapai level tertinggi sejak Februari akibat fluktuasi mata uang dan harga material.

Hal ini memaksa produsen menaikkan harga jual ke konsumen dengan laju tercepat dalam 19 bulan terakhir. Investor saham sektor riil perlu memantau margin keuntungan emiten manufaktur di tengah kenaikan biaya ini.

Inflasi Indonesia Terjaga, Daya Beli Aman?

Kabar baik diharapkan datang dari data inflasi domestik. Konsensus pasar memperkirakan inflasi tahunan akan melandai ke level 2,6%, bahkan forecast berada di angka lebih rendah yakni 2,5%.

Data terakhir menyampaikan bahwa inflasi tahunan Indonesia turun tipis menjadi 2,72% pada November 2025, melandai dari puncaknya di 2,86% pada bulan sebelumnya. Angka ini masih nyaman berada dalam kisaran target Bank Indonesia (1,5% hingga 3,5%).

Penurunan inflasi ini didorong oleh melambatnya kenaikan harga pangan (4,25%) serta biaya perumahan. Namun, inflasi pada sektor pakaian, transportasi, dan kesehatan tercatat sedikit meningkat.

Inflasi inti-yang menjadi acuan daya beli masyarakat sebenarnya-bertahan stabil di angka 2,36%, level tertingginya sejak Juni.

Data ini memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk tetap mempertahankan kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi tanpa khawatir akan lonjakan harga yang tak terkendali.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |