Jakarta, CNBC Indonesia - Beras premium Indonesia rupanya menjadi incaran negara-negara ASEAN. Kementerian Perdagangan menyebut, beras produksi lokal dengan kualitas tinggi kini tengah menarik minat pasar regional. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Direktur Jenderal Pengembangan Ekspor Nasional Kemendag, Fajarini Puntodewi saat ditemui di Jakarta, Kamis (24/4/2025).
"Itu (beras premium Indonesia) kayaknya masih banyak (dicari) di ASEAN. Tapi nanti aku cek lagi ya. Tapi kalau nggak salah masih (banyak diminati) di ASEAN," ucap Fajarini.
Meski tak menjelaskan secara rinci berapa volume ekspor yang sudah dilakukan, Fajarini menyatakan Indonesia sudah aktif mengekspor jenis beras premium dan eksotis ke pasar regional. "Kan kalau beras premium, beras eksotis itu sih sudah. Memang kita sudah (ekspor)," tambahnya.
Adapun ketertarikan negara lain terhadap beras Indonesia juga terlihat dari pernyataan Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman beberapa waktu lalu. Ia mengungkapkan, Malaysia telah menyampaikan minat untuk mengimpor beras dari Indonesia akibat melonjaknya harga dan terbatasnya stok beras di Negeri Jiran tersebut.
Namun, Amran menegaskan pemerintah Indonesia saat ini tetap memprioritaskan ketahanan pangan nasional dan memastikan ketersediaan stok dalam negeri dalam kondisi aman.
"Ada permintaan beras dari Malaysia kepada kita. Namun untuk sementara, kita harus menjaga ketersediaan dan keamanan stok dalam negeri terlebih dahulu. Ketahanan pangan nasional adalah prioritas utama. Setelah itu tercapai, baru kita dapat mempertimbangkan dukungan lebih lanjut kepada negara sahabat," kata Amran dalam keterangan tertulisnya.
Sementara itu, di dalam negeri, produksi beras justru sedang menunjukkan tren positif. Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan total produksi beras sepanjang Januari-Mei 2025 akan mencapai 16,62 juta ton, naik 12,4% dari tahun sebelumnya.
"Produksi beras sepanjang Januari-Mei 2025 diperkirakan akan mencapai 16,62 juta ton atau mengalami peningkatan sebesar 1,83 juta ton atau 12,40% dibandingkan dengan periode yang sama 2024," kata Deputi Bidang Statistik Produksi BPS MHabibullah dalam keterangan tertulisnya, Selasa (8/4/2025).
Khusus untuk periode Maret-Mei, produksi beras diprediksi mencapai 13,14 juta ton, naik hampir 5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Ini didorong oleh kenaikan luas panen, terutama di Pulau Jawa.
BPS menyebut potensi panen padi pada Maret-Mei 2025 akan mencapai 4,30 juta hektare, naik 5,53% dari tahun lalu. Secara keseluruhan, produksi padi sepanjang Januari-Mei 2025 diperkirakan menyentuh 28,85 juta ton gabah kering giling (GKG), atau naik 3,18 juta ton dari periode yang sama tahun 2024.
Namun, BPS juga mengingatkan angka ini masih berupa potensi. Kondisi cuaca dan pertanaman beberapa bulan ke depan akan sangat menentukan apakah produksi benar-benar akan setinggi itu.
Presiden Prabowo Kasih Lampu Hijau
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan produksi beras asal Indonesia sudah sangat melimpah dalam 3-4 bulan terakhir. Bahkan, Kepala Negara mendapatkan laporan dari Mentan Amran Sulaiman sudah ada negara lain yang berminat membeli beras produksi Indonesia.
"Dengan perhitungan bahwa kita sudah sangat-sangat cukup produksi kita. Ada beberapa negara yang sudah mendekati kita. Saya dapat laporan dari Menteri Pertanian, Menko Pangan beberapa negara minta agar kita kirim beras ke mereka," kata Prabowo saat peluncuran Gerakan Indonesia Menanam (Gerina) di Banyuasin, Sumatra Selatan, Rabu (23/4/2025).
"Saya izinkan dan saya perintahkan kirim beras ke mereka, dan kalau perlu sekarang, atas dasar kemanusiaan kita jangan terlalu cari untung besar, yang penting ongkos produksi, plus angkutan, plus administrasi kembali," lanjutnya.
Beras Malaysia di Titik Kritis
Melansir The Malaysian Reserve, industri perberasan Malaysia kini berada dalam tekanan besar. Negara tersebut terjebak antara ketergantungan impor yang terus meningkat, stagnasi hasil panen lokal, dan tantangan struktural yang menghambat upaya mencapai swasembada.
Rasio swasembada beras (SSR) Malaysia turun menjadi 56,2% pada 2023, turun 6,4% dari tahun sebelumnya. Adapun pemerintah Malaysia menargetkan SSR 75% pada 2025, namun banyak pihak menilai target itu kian jauh dari jangkauan. Bahkan, BIMB Securities menyebut target tersebut sebagai misi yang mustahil.
Sejumlah persoalan yang membuat rasio swasembada beras Malaysia turun meliputi alih fungsi lahan, tanah yang semakin rusak, irigasi yang ketinggalan zaman, hingga populasi petani yang menua. Di sisi lain, perubahan iklim ekstrim telah merusak lebih dari 10.430 hektar sawah dan mengacaukan pola tanam.
Petani di Malaysia juga dilaporkan menghadapi tantangan seperti hama kumbang, ulat grayak, dan gulma yang makin menggerus produktivitas. Meski pemerintah telah menaikkan harga minimum padi menjadi RM1.800 per ton dan memberikan subsidi, margin keuntungan tetap menyusut karena biaya produksi tinggi.
Direktur IADA Barat Laut Selangor, Mario Valeriano menjelaskan, "Dengan subsidi RM500 per ton di bawah Skema Subsidi Harga Padi (SSHP), petani dijamin memperoleh pendapatan minimum RM2.000 per ton."
Namun ia menegaskan, upaya pemerintah belum menyentuh akar masalah, termasuk reformasi menyeluruh terhadap struktur industri beras dan peningkatan infrastruktur.
Ke depan, Malaysia menargetkan SSR 80% pada tahun 2030 mendatang. Tapi Valeriano menekankan tujuan ini hanya akan tercapai jika ada peningkatan besar dalam infrastruktur irigasi, pengelolaan sumber daya, dan adaptasi terhadap iklim ekstrem.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Tiba-Tiba, Malaysia Minta Beras ke Indonesia
Next Article Zulhas Perintahkan Bulog Buru-Buru Tumpuk Beras 3 Juta Ton, Ada Apa?