Cita-Cita RI Jadi Raja Udang Dunia Terancam Ambyar Gara-Gara Trump

3 days ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah cita-cita Indonesia sebagai "raja udang dunia", laju ekspor udang RI justru menghadapi gelombang baru dari seberang lautan. Presiden AS Donald Trump kembali mengibarkan bendera perang dagang, menetapkan tarif resiprokal 32% plus tarif dasar 10% bagi sejumlah komoditas ekspor RI termasuk udang, sang primadona laut Indonesia.

Padahal, sektor udang tengah bersolek. Pemerintah lewat KKP menetapkan udang sebagai komoditas unggulan dengan potensi ekspor global hingga US$28 miliar. Data BPS bahkan menunjukkan tren kenaikan nilai ekspor "other frozen shrimps" (kode HS 03061790) dalam lima tahun terakhir, dari US$120 juta di 2020 menjadi US$209 juta pada kuartal I 2024.

Namun, dua jenis udang andalan lainnya giant tiger prawns tanpa kepala dan dengan kepala justru mengalami penurunan tajam. Ekspor udang tanpa kepala (HS 03061711) merosot dari US$175 juta pada 2020 menjadi hanya US$98 juta di 2024. Hal serupa terjadi pada varian dengan kepala (HS 03061719), dari US$54 juta menjadi US$27 juta pada periode yang sama.

Langkah Trump mengenakan tarif tambahan bisa menjadi batu sandungan besar. Pasalnya, AS adalah salah satu tujuan utama ekspor udang RI. Pada Januari 2025 saja, ekspor udang beku RI ke AS mencapai US$94,2 juta, naik 24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun dengan tarif 42% yang akan berlaku mulai 9 April 2025, harga udang Indonesia bisa melambung di pasar AS, memperlemah daya saing dibanding pesaing utama seperti India dan Vietnam.

Pemerintah tak tinggal diam, Kementerian Luar Negeri menyampaikan sembilan poin tanggapan, mulai dari evaluasi dampak terhadap sektor unggulan seperti perikanan, tekstil, hingga furnitur, hingga rencana negosiasi langsung ke Washington DC.

Pemerintahan Prabowo juga menyiapkan tiga kebijakan utama untuk memperkuat daya tahan ekonomi: percepatan hilirisasi, perluasan pasar ekspor lewat perjanjian dagang seperti RCEP dan BRICS, serta penguatan konsumsi domestik melalui program Makan Bergizi Gratis dan 80.000 koperasi desa Merah Putih.

Langkah mitigasi lain pun disiapkan, mulai dari mendorong hilirisasi produk perikanan, memperluas pasar ekspor non-tradisional, hingga memperkuat konsumsi domestik lewat program makan bergizi gratis dan koperasi desa merah putih.

Meski dihantam tarif tinggi, sampai detik ini Indonesia tetap menduduki peringkat ke-4 produsen udang global. Posisi ini hanya satu tingkat di bawah Vietnam dan India, dengan Ekuador di puncak. Namun, untuk bisa merebut pasar lebih luas, strategi perlu lebih dari sekadar produksi massal.

"Kalau salmon kita nggak punya, yang punya adalah Norwegia, Australia, Jepang. Tapi udang itu kita punya, dan kita harus champion di situ," ujar Machmud dari Ditjen Daya Saing KKP dalam Food Summit CNBC Indonesia, 19 Maret lalu.

Ke depan, diferensiasi produk, efisiensi logistik, dan diplomasi dagang akan jadi kunci utama. Apalagi ketika pasar global tak lagi ramah dan proteksionisme menguat.

Indonesia boleh punya udang terbaik. Tapi tanpa strategi ekspor cerdas, udang-udang itu bisa saja tak sempat berlayar jauh.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |