China di Ujung Tanduk, Tak Berdaya Hadapi "Hantu" Ini

6 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - China masih berjuang membalikkan anjloknya angka kelahiran meski telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendorong keluarga besar. Namun riset terbaru RAND Corporation menemukan bahwa penerapan kebijakan tersebut belum merata dan tidak konsisten di seluruh wilayah.

Para peneliti menyebut pemerintah pusat lambat melakukan "perubahan struktural besar" yang diperlukan untuk menghadapi penurunan tingkat fertilitas.

"Hal ini mungkin disebabkan oleh birokrasi yang rumit serta keengganan Partai Komunis China mengakui kesalahan masa lalu," tulis mereka, dikutip dari Newsweek, Minggu (7/12/2025).

Saat ini dua pertiga populasi dunia tinggal di wilayah dengan tingkat fertilitas di bawah ambang 2,1 kelahiran per perempuan. China termasuk yang terendah, hampir mendekati 1,0. Selama tiga tahun terakhir, angka kematian bahkan melampaui angka kelahiran.

Situasi ini menjadi sebuah sinyal peringatan bagi masa depan ekonomi negara tersebut, termasuk risiko menyusutnya tenaga kerja, turunnya produktivitas, serta meningkatnya beban jaminan sosial.

Setelah mengakhiri Kebijakan Satu Anak pada 2016 dan memperkenalkan Kebijakan Dua Anak, lalu Tiga Anak pada 2021, jurang antara arahan pusat dan implementasi lokal justru melebar.

Kota-kota kaya mampu memberi insentif besar dan inovatif, sementara daerah miskin tertinggal. Banyak program juga hanya berlaku untuk warga dengan registrasi rumah tangga lokal, membuat pekerja migran kesulitan mengakses manfaat.

"Peluncuran yang sangat tidak merata ini menghasilkan mosaik kebijakan yang terfragmentasi," kata para peneliti dalam laporan tersebut.

Berdasarkan penelitian akademis di China, semakin banyak perempuan, khususnya berpendidikan tinggi, yang menunda atau mengurangi jumlah anak karena tekanan finansial dan waktu, terutama biaya pengasuhan serta harga perumahan.

"Penurunan fertilitas di China mencerminkan tujuan fertilitas yang tidak terpenuhi, bukan kurangnya keinginan memiliki anak," tulis laporan itu. "Kebijakan pronatalis meleset dari sasaran karena hanya menyasar norma dan reformasi administratif, bukan kendala sosial dan ekonomi."

China juga meningkatkan investasi pada teknologi hemat tenaga kerja seperti kecerdasan buatan untuk mengatasi krisis demografi, namun efektivitasnya masih diragukan.

"Hanya institusi perawatan lansia yang kaya sumber daya yang dapat memanfaatkan teknologi berbasis AI tercanggih," tulis para penulis, menegaskan bahwa dampak teknologi kemungkinan tidak merata.

(luc/luc)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |