Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kembali tertekan pada pembukaan perdagangan pagi ini, Selasa (17/6/2025). Kurs rupiah bergerak ke level Rp 16.300/US$.
Merujuk Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka pada posisi Rp 16.300/US$ atau melemah 0,22%. Sementara per pukul 9.00 WIB indeks dolar AS (DXY) mengalami penguatan 0,19% ke angka 98,18. Angka ini merupakan level terendah dalam tiga tahun terakhir.
Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang kembali terjadi hari ini masih dipicu oleh sentimen negatif pelaku pasar keuangan terhadap memburuknya konflik Israel-Iran. Ia memperkirakan kurs rupiah bisa ke level Rp 16.350 dalam jangka pendek akibat konflik di Timur Tengah yang makin panas.
Sebagaimana diketahui, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pun telah menyatakan akan melakukan serangan besar-besaran terhadap Iran. Ia mengaku tak akan berhenti sampai tumbangnya Pemimpin Iran Ayatollah Ali Khamenei.
"Masih sentimen eksternal terkait perkembangan konflik Timteng, sehingga jangka pendek masih Rp 16.200-16.350/US$," ucap Sumual kepada CNBC Indonesia, Selasa (17/6/2024).
Pernyataan serupa disampaikan Head of Macroeconomics & Market Research Permata Bank Faisal Rachman. Meski begitu, ia menganggap, faktor penekan kurs rupiah hari ini bukan semata dipicu perkembangan konflik Israel-Iran, melainkan keputusan bank sentral dunia soal suku bunga dalam waktu dekat.
"Selain karena ketegangan geopolitik di Timur Tengah, Rupiah hari ini cenderung melemah karena pada minggu ini akan banyak sekali rilis suku bunga kebijakan dari bank sentral utama (BoJ, the Fed, BoE, PBoC) dan juga BI," kata Faisal.
Faisal mengatakan, mata pelaku pasar keuangan akan tertuju ke Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia, yang akan mengumumkan arah BI-rate pada besok, sedangkan bank sentral AS the Fed akan mengumumkan suku bunga acuan Fed Fund Rate atau FFR dan proyeksi ekonomi AS terbarunya pada Kamis dini hari.
"Hal tersebut membuat investor cenderung risk-off dan melakukan aksi wait-and-see," tutur Faisal sambil memprediksi pergerakan rupiah akan di kisaran Rp 16.225 - Rp 16.350 per US Dollar dalam jangka pendek.
Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto juga mengakui pergerakan kurs hari ini memang dipengaruhi ekspektasi dari investor untuk keputusan BI dan The Fed.
Ia menganggap para pelaku pasar keuangan masih melihat belum ada perubahan arah kebijakan suku bunga untuk bulan ini.
"Kelihatannya mereka cenderung tidak terlalu agresif untuk masuk ke emerging markets, termasuk Indonesia untuk berinvestasi. Jadi wajar kalau pergerakan rupiah kita lihat enggak ke mana-mana," tegasnya.
Terkait situasi tensi geopolitik di Israel maupun Iran yang masih tinggi. Myrdal peringatkan akan membuat ruang penguatan rupiah terbatas, meski di sisi lain ruang pelemahan rupiah juga terbatas karena konflik Iran-Israel masih melibatkan dua pihak saja, belum melibatkan pihak lain secara luas.
"Kalau sudah melibatkan pihak lain secara luas itu ada kemungkinan dari sisi volatilitas pasar keuangan global bisa meningkat. Meski kalau sekarang kita melihat kenaikannya pun juga terbatas," paparnya.
"Jadi as long as dari sisi tensi geopolitik ini terbatas di Iran dan Israel saya lihat belum ada faktor yang membuat rupiah melemah terlalu jauh ataupun menguat terlalu jauh," ungkap Myrdal.
Tensi perang dagang masih relatif dingin walau mendekati deadline keputusan penundaan kebijakan kenaikan tarif selama 90 hari dari periode April 2025, menurut Myrdal juga masih menjadi salah satu faktor penggerak rupiah. Ia pun menilai, dalam jangka pendek level support dan resistance nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di level Rp 16.244 and 16.315.
(arj/haa)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Nilai Tukar Rupiah Anjlok, SBY Beri Resep "Khusus" ke Prabowo