Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com
Presiden Prabowo Subianto melakukan sebuah terobosan berbeda dari pendahulunya dengan melakukan pemangkasan anggaran pemerintah untuk membiayai program prioritas. Sederet kebijakan pemangkasan anggaran pemerintah pusat mencapai Rp 306,69 triliun.
Pemangkasan besar-besaran ini harus dilakukan di tengah penurunan target penerimaan pajak dan melemahnya daya beli masyarakat. Kebijakan pemangkasan anggaran APBN ini berujung efisiensi besar-besaran operasional pemerintah.
Di sisi lain, pemangkasan anggaran ini kontra dengan sejumlah kebijakan yang memboroskan anggaran seperti menambah sejumlah kementerian, menambah staf khusus yang tidak perlu, hingga melakukan pembekalan 505 kepala daerah yang sangat memboroskan anggaran.
Selain itu, pemangkasan anggaran ini juga berimbas kepada pendidikan dasar dan menengah sebesar Rp 8 triliun, pemangkasan riset dan pengembangan kementerian pendidikan tinggi dan sejumlah hal lain yang membuat mestinya tidak perlu dilakukan sehingga diproyeksikan berdampak besar bagi pengembangan ilmu pengetahuan sains dan pembangunan sumber daya manusia Indonesia ke depan.
Memahami Faktor Pertumbuhan Ekonomi
Perlu diketahui, dalam teori ekonomi makro, penentuan pertumbuhan ekonomi dilihat dari peningkatan permintaan agregat yang direpresentasikan dari perhitungan pendapatan nasional dengan menggunakan pendekatan pengeluaran.
Perhitungan pendapatan nasional diukur dari penjumlahan pengeluaran rumah tangga (konsumsi), pengeluaran perusahaan (investasi), pengeluaran pemerintah (belanja APBN), dan nilai belanja luar negeri (net ekspor).
Mengurangi belanja negara (APBN) secara signifikan dengan meningkatnya tarif pajak (misal: PPN 12%) akan menggerus daya beli masyarakat sehingga belanja rumah tangga konsumen akan menurun drastis yang sejatinya kontribusinya paling besar terhadap pendapatan nasional yakni 53% (Bisnis Indonesia, 2024).
Dengan demikian, kebijakan ini kurang efektif di dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi justru berpotensi menurunkan pertumbuhan ekonomi di tengah melemahnya daya beli masyarakat sehingga target Presiden Prabowo pertumbuhan 8% masih tidak realistis.
Melihat komponen pertumbuhan ekonomi Indonesia yang masih bertumpu terhadap belanja rumah tangga, sangat dipengaruhi oleh fluktuasi harga dan paritas daya beli sehingga pemerintah harus berfokus terhadap menjaga daya beli masyarakat untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Berbagai persoalan melemahnya konsumsi rumah tangga dipengaruhi juga tingginya angka pengangguran usia produktif khususnya 10 juta penduduk generasi z masih menganggur, melemahnya nilai tukar rupiah dan faktor makro lainnya yang membuat beratnya perekonomian masyarakat yang saat ini sedang dihadapi.
Oleh karena itu, pemerintah harus berhati-hati dan melaksanakan kebijakan yang tepat yakni menguatkan daya beli masyarakat menengah ke bawah, menciptakan lapangan pekerjaan berkualitas dan membangun institusi pendidikan yang kompetitif dengan tidak memotong anggaran untuk pendidikan.
Evaluasi Kebijakan
Kebijakan efisiensi anggaran masih menimbulkan pro dan kontra di tengah-tengah masyarakat. Tujuan utama kebijakan efisiensi yakni menjalankan program prioritas Makan Bergizi Gratis (MBG) memerlukan opportunity cost, yakni pengorbanan yang harus dilakukan di dalam menjalankan program pemerintah yang telah direncanakan sebelumnya.
Efisiensi yang dilakukan masih belum tepat sasaran dimana pemangkasan anggaran melibatkan sektor krusial seperti Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi sebesar Rp 14 Trilun dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Rp 8 Triliun (Kompas, 2024). Kedua sektor ini akan sangat mempengaruhi operasionalisasi pendidikan di tanah air termasuk pemberian beasiswa KIP bagi keluaraga pra sejahtera dan program prioritas yang sudah lama bertahan.
Konsekuensinya adalah kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan biaya pendidikan dasar menengah yang membuat proses pendidikan yang menjadi agenda sangat prioritas terkorbankan sehingga dikhawatirkan terjadinya peserta didik yang putus sekolah karena himpitan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah harus mengambil kebijakan tepat dan memikirkan ulang untuk melakukan efisiensi terhadap sektor pendidikan dimana menjadi agenda yang tidak boleh dikorbankan.
Solusi dan Langkah ke Depan
Sikap dari kebijakan prioritas Presiden Prabowo harus menunjukkan kejelasan dari setiap rencana program yang akan direalisasikan. Publik sangat menantikan program pembangunan ekonomi yang diadakan selama lima tahun ke depan.
Setiap kebijakan yang dicetuskan diharapkan tidak kontradiktif dan kontraproduktif dari langkah-langkah strategis yang diambil. Beberapa solusi yang dapat dijadikan rekomendasi bagi pengambil kebijakan pemerintah pusat di dalam efisiensi anggaran untuk membangun ekonomi sebagai berikut:
1. Pemerintah mengoptimalkan alokasi anggaran terhadap sektor-sektor strategis dan krusial yang memiliki dampak jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur publik.
2. Mengurangi belanja yang tidak produktif, seperti penambahan kementerian yang tidak mendesak dan kontraproduktif serta membebani APBN
3. Meningkatkan efisiensi birokrasi dengan memangkas proses administrasi yang berbelit-belit untuk kemudahan investasi serta mengurangi jumlah pejabat non-esensial yang hanya membebani anggaran.
4. Menerapkan kebijakan strategis untuk pengentasan korupsi yang terus menjadi persoalan pergantian kepemimpinan dari tahun ke tahun dengan penegakkan hukum yang berkeadilan.
5. Memberikan prioritas terhadap peningkatan lapangan kerja yang bersifat padat karya untuk mengurangi pengangguran yang masih tinggi dan meningkatkan daya beli masyarakat serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
6. Menghindari kebijakan fiskal yang dapat melemahkan daya beli masyarakat dengan menunda atau membatalkan kenaikan pajak PPN serta memberikan insentif bagi sektor usaha dan pekerja di tanah air.
(miq/miq)