Jakarta, CNBC Indonesia - Ekspor China secara tak terduga mengalami penurunan tajam pada bulan Oktober. Data terbaru menunjukkan bahwa ekspor China menyusut 1,1% secara tahunan (yoy).
Ini merupakan kinerja terburuk sejak Februari dan meleset jauh dari perkiraan pertumbuhan 3,0%. Data bea cukai Oktober yang dirilis pada hari Jumat (7/11/2025) menggarisbawahi bahwa "dorongan untuk memajukan pengiriman pesanan AS, yang bertujuan untuk mengalahkan tarif Trump yang akan datang, telah mereda".
"Tampaknya dorongan untuk mengirimkan barang ke AS menjelang kenaikan tarif telah mereda pada bulan Oktober," kata Zhang Zhiwei, kepala ekonom di Baoyin Capital Management, dikutip Reuters.
Pengiriman China ke AS anjlok signifikan sebesar 25,17% secara tahunan. Penurunan ini kontras dengan pertumbuhan pengiriman ke Uni Eropa (UE) dan ekonomi Asia Tenggara yang hanya tumbuh 0,9% dan 11,0% secara berturut-turut.
Meskipun demikian, tidak ada negara lain yang mendekati penjualan tahunan China sebesar lebih dari US$ 400 miliar (Rp 6.675 triliun) dalam bentuk barang ke AS. Para ekonom memperkirakan kerugian ini telah memangkas pertumbuhan ekspor China sekitar 2 poin persentase, atau sekitar 0,3% dari PDB.
Alicia Garcia-Herrero, kepala ekonom Asia-Pasifik di Natixis, memperkirakan momentum ekspor yang melemah ini akan berlangsung lama. Ia pun menunjuk "tangan China" yakni Vietnam.
"Ekspor melalui Vietnam ke AS akan melambat setelah front-loading (pengiriman di muka) berakhir, dan kita berada di titik itu," katanya.
"Jadi saya pikir kuartal keempat akan jauh lebih sulit bagi China, yang berarti akan lebih sulit di paruh pertama tahun 2026 juga," tambahnya.
Meskipun China dan AS telah mencapai gencatan tarif sementara)bulan lalu, di mana Trump dan Presiden Xi Jinping setuju untuk memangkas tarif dan menunda sejumlah tindakan lain selama satu tahun, barang-barang China yang menuju AS masih menghadapi tarif rata-rata sekitar 45%. Angka ini jauh di atas batas 35% yang menurut beberapa ekonom dapat menghapus margin keuntungan produsen China.
China telah berusaha keras untuk mendiversifikasi pasar ekspornya sejak kemenangan pemilu Trump, mencari hubungan perdagangan yang lebih erat dengan Asia Tenggara dan Uni Eropa. Namun, permintaan domestik yang tidak mencukupi tetap menjadi hambatan bagi pertumbuhan.
Hal ini terlihat dari data impor, yang tumbuh pada laju paling lambat dalam lima bulan, hanya naik 1,0% dibandingkan kenaikan 7,4% pada bulan September. Kelesuan ini diperburuk oleh penurunan panjang di sektor properti.
"Dengan intensifnya hambatan pertumbuhan dari serangkaian guncangan permintaan, terutama pada penjualan ritel dan ekspor, kami yakin kebijakan Beijing mungkin sekali lagi bergeser untuk memastikan stabilitas jangka pendek," kata analis Nomura.
(tps/șef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Mesin Ekonomi China Macet, Industri Pusing-Tenaga Kerja Terancam

2 hours ago
1
















































