Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Marco Rubio, pada Rabu (28/5/2025) menyatakan, AS akan mulai mencabut visa pelajar asal China, termasuk mereka yang memiliki keterkaitan dengan Partai Komunis China (PKC) atau sedang menempuh studi di bidang-bidang strategis.
Rubio juga mengatakan, Departemen Luar Negeri akan memperketat proses pemeriksaan terhadap seluruh aplikasi visa dari China dan Hong Kong di masa mendatang.
"Departemen Luar Negeri AS akan bekerja sama dengan Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) untuk secara agresif mencabut visa pelajar asal China," ujar Rubio dalam pernyataannya dikutip kantor berita Reuters, Kamis (29/5/2025).
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan imigrasi garis keras yang digaungkan Trump sejak menjabat, termasuk memperluas deportasi dan pembatasan visa pelajar asing. Kendati begitu hingga saat ini, Kedutaan Besar China di Washington belum memberikan tanggapan resmi atas kebijakan tersebut.
Namun langkah ini diperkirakan akan kembali memperburuk hubungan bilateral antara dua ekonomi terbesar dunia itu, yang selama beberapa tahun terakhir telah diwarnai oleh perang dagang, ketegangan diplomatik, dan persaingan teknologi.
Sebagai informasi, jumlah pelajar internasional asal China di AS telah menurun tajam menjadi sekitar 277.000 orang pada 2024, dari puncaknya sebanyak 370.000 pada 2019. Penurunan ini dipicu oleh meningkatnya pengawasan AS terhadap mahasiswa China, serta tensi geopolitik yang terus memburuk.
Dalam laporan eksklusif Reuters sehari sebelumnya, disebutkan bahwa Departemen Luar Negeri AS telah menghentikan seluruh jadwal wawancara baru untuk pelajar dan peserta program pertukaran asing. Pemerintahan Trump juga diketahui memperluas pengawasan terhadap media sosial para pemohon visa, dan terus mencari cara untuk mempercepat deportasi sebagai bagian dari kebijakan imigrasi yang lebih ketat.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Sebut Putin Gila - Media Asing Sorot Nuklir di RI
Next Article Jelang Lengser, Biden Bakal Kirim Senjata US$1,25 Miliar ke Ukraina