Jakarta, CNBC Indonesia - Perang Gaza meletus lagi. Israel melancarkan serangan ke wilayah Palestina itu, Selasa (18/3/2025) dini hari.
Hamas merespons hal itu seraya mengatakan Israel memutuskan untuk mengorbankan sanderanya dengan meluncurkan kembali operasi militer besar-besaran di Jalur Gaza. Langkah Negeri Zionis tersebut telah menghancurkan periode tenang sejak gencatan senjata bulan Januari.
"(Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin) Netanyahu dan pemerintahan ekstremisnya telah memutuskan untuk membatalkan perjanjian gencatan senjata," kata pejabat Hamas, Izzat al-Rishq dalam sebuah pernyataan, dikutip AFP.
"Keputusan Netanyahu untuk memulai kembali perang adalah keputusan untuk mengorbankan tahanan pendudukan dan menjatuhkan hukuman mati kepada mereka," ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Netanyahu menggunakan pertempuran tersebut sebagai "sekoci penyelamat" politik. Hal tersebut untuk mengalihkan perhatian dari krisis internal.
Israel sendiri mengatakan operasi itu diperintahkan setelah Hamas berulang kali menolak untuk membebaskan sandera. Hamas juga, klaimnya, menolak semua usulan Utusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Steve Witkoff.
"Israel akan, mulai sekarang, bertindak melawan Hamas dengan meningkatkan kekuatan militer," kata pernyataan kantor Netanyahu.
Seorang pejabat Israel mengatakan kepada AFP bahwa operasi militer akan "berlanjut selama diperlukan". Ia memperkirakan operasi akan "meluas dengan serangan udara".
Sebelumnya, Qatar, Mesir, dan AS memediasi fase awal gencatan senjata, yang mulai berlaku pada 19 Januari. Fase ini sebagian besar menghentikan pertempuran selama lebih dari 15 bulan di Gaza.
Fase pertama itu berakhir pada awal Maret, dan meskipun kedua belah pihak sejak itu menahan diri dari perang habis-habisan, mereka belum dapat menyetujui langkah selanjutnya untuk perundingan gencatan senjata. Israel juga telah melakukan serangan hampir setiap hari di Gaza, tetapi tidak dalam skala operasi hari Selasa.
Dalam sebuah posting di Telegram pada dini hari Selasa, tentara Israel mengatakan bahwa mereka "melakukan serangan besar-besaran terhadap target teror milik organisasi teroris Hamas di Jalur Gaza". Israel memerintahkan semua sekolah yang dekat dengan wilayah tetangga Gaza ditutup, karena pemerintah mengatakan akan meningkatkan aksi militer terhadap Hamas.
Sementara itu, badan pertahanan sipil Gaza melaporkan lebih dari 220 orang tewas. Di mana sebagian besar dari mereka adalah anak-anak, wanita, dan orang tua.
"Setidaknya 150 orang juga terluka oleh agresi, pemboman udara, dan artileri penembakan Israel," tambahnya.
Minggu, Witkoff memang menewarkan proposal yang akan membebaskan lima sandera yang masih hidup, termasuk warga Israel-Amerika Edan Alexander, sebagai imbalan atas pembebasan sejumlah besar tahanan Palestina dari penjara Israel. Hamas mengatakan siap membebaskan Alexander dan sisa-sisa empat orang lainnya.
Witkoff mengatakan Hamas telah memberikan respons yang tidak dapat diterima. Ia mengancam kesempatan itu semakin dekat".
AS Tahu Serangan Israel
Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengonfirmasi bahwa pemerintahan Trump telah diajak berkonsultasi sebelum operasi Israel pada hari Selasa.
"Seperti yang telah diperjelas oleh Presiden Trump, Hamas, Huthi, Iran, semua pihak yang berusaha meneror bukan hanya Israel, tetapi juga Amerika Serikat, akan melihat harga yang harus dibayar- semua kekacauan akan terjadi," katanya dalam wawancara yang disiarkan televisi.
(sef/sef)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Israel-Hamas Lanjut Negosiasi Gencatan Senjata Tahap Dua
Next Article Israel-Hamas Diam-Diam Berunding di Qatar, Perang Selesai?