FOTO : Perwakilan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi saat menggelar refleksi atas 77 tahun tragedi Nakba Palestina di kawasan Taman Digulis Untan [ ist ]
redaksi – radarkalbar.com
PONTIANAK – Di tengah langit senja Taman Digulis, sekelompok mahasiswa dari berbagai kampus di Pontianak berkumpul bukan untuk bersantai, melainkan untuk menyuarakan solidaritas atas 77 tahun tragedi Nakba, sebuah luka panjang rakyat Palestina yang belum juga sembuh.
Acara ini digagas oleh Students for Justice in Palestine (SJP) Universitas Tanjungpura dengan tema “Nakba: Tak Akan Dilupakan, Mereka Harus Dikembalikan.”
Momen ini menjadi ruang refleksi sekaligus perlawanan simbolik terhadap ketidakadilan yang terus berlangsung di Palestina.
“Kita memperingati karena tragedi ini bukan sekadar sejarah, tapi kenyataan yang masih terjadi hari ini,” ujar Shidqey, Koordinator Untan SJP.
Ia menegaskan pengusiran besar-besaran sejak 1948 menjadi awal penderitaan panjang rakyat Palestina yang hingga kini belum berakhir.
Acara ini juga menghadirkan sederet pembicara dari berbagai latar belakang, termasuk Dosen Hukum UMP Immada Ichsani dan Ketua DPD GMNI Kalimantan Barat, Cesar Marchelo.
Hadir pula Presiden Mahasiswa Polnep, Syariful Hidayatullah, dan Wakil Presiden Mahasiswa Untan, Muhammad Irsan Hidayat.
Cesar Marchelo menjadi salah satu pembicara yang mencuri perhatian. Pasalnya, dengan latar belakang Katolik, ia menyampaikan perspektif keberpihakan dari sisi kemanusiaan.
“Saya Katolik, dan saya berdiri di sini karena hati saya menolak kejahatan terhadap kemanusiaan. Ini bukan konflik agama. Ini pembantaian,” ungkap Cesar lantang.
Dia menambahkan dukungan terhadap Palestina sejalan dengan nilai-nilai yang diajarkan dalam agamanya dan juga oleh Bung Karno.
Dirinya pun menegaskan, “Palestina tidak diberi pilihan.
“Kita dulu bisa berkata ‘merdeka atau mati’. Mereka hanya dipaksa untuk mati,” cetusnya.
Sementara, Dosen Immada Ichsani menambahkan dukungan terhadap Palestina juga merupakan amanat konstitusi Indonesia yang menjunjung tinggi kemerdekaan dan keadilan.
Acara tidak hanya diisi dengan diskusi dan orasi. Penampilan musik dengan alat tradisional sape oleh Derry Fawwaz dan Ayesha Fadzilla membawakan lagu “Gaza Tonight” dan “Leleng”, menyentuh hati para peserta.
Tak hanya itu, simbol pengungsian seperti tenda, peralatan dapur, dan perlengkapan tidur juga hadir sebagai bentuk visualisasi krisis yang dialami rakyat Palestina.
Di tengah krisis global dan kabar duka yang terus berdatangan dari Gaza, kegiatan ini menjadi bukti bahwa mahasiswa di Kalimantan Barat tak tinggal diam.
Mereka bersuara, berdiri, dan beraksi, Palestina bukan sendiri. [ red/r]
editor/publisher : admin radarkalbar.com