Setoran PPN Jeblok Jadi Rp102 T, Ini Ternyata Biang Keroknya!

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Setoran pajak pertambahan nilai dalam negeri atau PPN DN melorot pada dua bulan pertama tahun ini. Nilainya Rp 102,5 triliun, atau minus 9,53% dibanding realisasi hingga Februari 2024 yang sebesar Rp 113,3 triliun.

Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menyebutkan, penerimaan PPN DN untuk Februari 2025 saja sebesar Rp 48,1 triliun, turun dibandingkan penerimaan PPN DN pada Januari 2025 yang sebesar Rp 54,4 triliun, dan Desember 2024 bahkan masih senilai Rp 95,4 triliun.

Anggito mengatakan, penurunan PPN DN pada awal tahun ini merupakan hal yang normal, karena setiap tahunnya terjadi pola seperti itu. Ia tak menyinggung masalah melorotnya PPN DN ini disebabkan adanya dugaan daya beli masyarakat Indonesia melemah.

"Jadi ini juga mengikuti pola musiman yang kurang lebih sama awal tahun, Januari itu turun dibanding Desember tahun sebelumnya," tegas Anggito saat konferensi pers APBN di Kantor Pusat Kemenkeu, Jakarta, dikutip Jumat (14/3/2025).

Namun, Anggito mengakui pada tahun ini ada sejumlah faktor tambahan penekan setoran PPN DN, misalnya ada kebijakan relaksasi pembayaran PPN DN selama 10 hari. Hal ini menyebabkan PPN DN Januari bisa dibayar pada 10 Maret 2025.

Apabila dampak relaksasi diperhitungkan, ia mengklaim rata-rata PPN DN periode Desember 2024-Februari 2025 masih bisa mencapai Rp 69,5 triliun atau lebih tinggi dibanding rata-rata periode yang sama pada 2024 sebesar Rp 64,2 triliun.

Ia pun menekankan, PPN DN juga sebetulnya masih dalam kategori positif karena catatan penjualan kendaraan tumbuh positif per Februari. Misalnya, untuk kendaraan motor masih naik 4% secara tahunan dan mobil tumbuh 2,2%.

"Kalau anda lihat, kita hubungkan penerimaan pajak dengan PMI, indeks industri manufaktur dan kita lihat dengan data ekonomi yaitu terkait penjualan kendaraan mulai tumbuh positif," tuturnya.

Namun, pandangan Anggito ini berbeda dengan sejumlah ekonom. Misalnya, ekonom yang pernah menjadi staf khusus presiden bidang ekonomi era pemerintahan Joko Widodo ini memandang melorotnya setoran PPN ini cenderung disebabkan pelemahan daya beli.

Arif menekankan bahwa PPN cerminan konsumsi, khususnya konsumsi rumah tangga. Konsumsi rumah tangga itu sendiri meupakan cerminan daya beli. "Jika PPN menurun terefleksi ke PPh Badan. Dan dapat memberikan indikasi kondisi pergerakan makro ekonomi, khususnya ketenagakerjaan," ujarnya.

Guru Besar bidang Ekonomi Pembangunan Universitas Andalas, Syafruddin Karimi juga menyatakan bahwa penerimaan PPN Dalam Negeri (PPN DN) anjlok 9%, mencerminkan konsumsi masyarakat yang tertekan.

"Jika pemerintah terus menutup-nutupi masalah fundamental ekonomi, Indonesia berisiko terjebak dalam siklus defisit yang makin lebar, utang yang membengkak, dan daya beli masyarakat yang semakin melemah," ungkapnya.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Setoran Pajak Dari Sektor Industri Anjlok, Gara-Gara Coretax?

Next Article Video: Jika Naik Ke 12%, Tarif PPN RI Jadi Yang Tertinggi di ASEAN

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |