Sempat Muncul Wacana Relaksasi SVLK Ekspor Produk Kayu, Ini Updatenya

5 hours ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Wacana relaksasi Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) kembali mencuat di tengah langkah pemerintah melakukan deregulasi impor produk kehutanan.

Namun, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menegaskan pembahasan terkait SVLK saat ini masih belum dibahas. Lantaran aturan relaksasi SVLK termasuk pada aspek ekspor, bukan bagian dari deregulasi impor yang baru saja diumumkan hari ini, Senin (30/6/2025).

"Kalau (untuk impor produk) kehutanan itu sekarang tidak ada PI (Persetujuan Impor), tetapi kan tetap harus ada deklarasi impor dari Kementerian Kehutanan, untuk mengetahui ketertelusuran legalitas kayu," ujar Budi saat ditemui usai konferensi pers terkait Deregulasi di kantornya, Jakarta.

Ketika ditanya apakah sudah ada harmonisasi antara kebijakan deregulasi impor kayu dan wacana relaksasi SVLK, Budi menjawab singkat. "Belum, belum," tegasnya.

Sebelumnya, isu relaksasi SVLK mencuat dari dorongan pelaku industri mebel dan kerajinan yang mengeluhkan beban administratif dalam proses ekspor. Salah satu bentuknya adalah persyaratan dokumen V-Legal, yang wajib dipenuhi untuk ekspor produk kayu ke sejumlah negara seperti Uni Eropa dan Inggris.

Dalam acara peluncuran Indonesia International Furniture Expo (IFEX) 2026, Mendag Budi Santoso mengusulkan agar aturan V-Legal tidak lagi bersifat wajib untuk ekspor produk furniture dan kerajinan, kecuali untuk pasar yang memang mewajibkan seperti Eropa.

"V-Legal untuk produk kayu ke Uni Eropa dan UK itu wajib SVLK, ekspornya wajib V-Legal, tetapi khusus produk furniture dan kerajinan. Kalau produk kayu, balok kayu dan sebagainya ya kami sepakat tetap dengan SVLK," kata Budi saat itu, Rabu (21/5/2025).

"Supaya ekspor di luar UK dan Uni Eropa itu sifatnya tidak wajib (SVLK), kecuali memang eksportirnya menginginkan ya silahkan," tambahnya.

Wacana ini didukung oleh Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) yang sejak awal mengusulkan deregulasi terhadap SVLK dan V-Legal, khususnya bagi pelaku industri hilir yang sebagian besar merupakan usaha kecil dan padat karya.

"HIMKI telah mengajukan rekomendasi deregulasi terhadap SVLK dan V-Legal bagi industri hilir. Kami tidak menolak keberlanjutan, tapi kami menolak beban administratif yang tidak proporsional," ujar Ketua Umum HIMKI, Abdul Sobur.

"Industri mebel dan kerajinan adalah padat karya, penopang ekonomi rakyat, bukan perusak hutan," imbuh dia.

Data Kementerian Perdagangan mencatat, nilai ekspor furnitur Indonesia tercatat sebesar US$2,46 miliar pada 2023, sedikit meningkat menjadi US$2,5 miliar di 2024. HIMKI menargetkan nilai itu bisa tembus US$5 miliar dalam waktu dekat. Sebagai perbandingan, ekspor furniture Vietnam sudah mencapai US$17 miliar tahun lalu, sebagian besar didorong oleh relokasi pabrik dari China.

"Kita ingin ekspor mebel transaksinya sampai US$ 5 miliar tahun ini, sedangkan Vietnam sudah tembus US$ 17 miliar tahun lalu, sebesar itu karena relokasi besar-besaran pabrik dari China," sebut Abdul Sobur.


(dce)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Efek Horor Tarif Trump: Waspada, PHK Hantui Industri Mebel RI!

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |