Rupiah Melemah di Tengah Huru-Hara Global, Dolar ke Rp 16.620

3 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah dibuka melemah tipis pada awal perdagangan hari ini, Jumat (24/10/2025).

Merujuk Refinitiv, rupiah ada di posisi Rp.16.620/US$1 atau melemah 0,02% terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat pukul 09.04 WIB.

Sebagai catatan, rupiah tercatat turun 0,27% ke posisi Rp16.615/US$ pada perdagangan Kamis kemarin.

Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) pada pukul 08.35 WIB ada di posisi 98,97 atau ke posisi tetringginya sejak 10 Oktober 2025.

Pergerakan rupiah hari ini akan banyak dibayangi oleh faktor eksternal mulai dari ancaman baru AS ke Rusia hingga mendidihnya harga minyak.

Harga minyak mentah melonjak lebih dari 5% ke level tertinggi dalam dua minggu pada perdagangan Kamis (23/10/2025), menyusul pengumuman sanksi AS terhadap perusahaan-perusahaan minyak utama Rusia.

AS melarang dua raksasa milik negara, Rosneft PJSC dan Lukoil PJSC, dalam langkah yang bertujuan menambah tekanan terhadap Kremlin terkait kurangnya komitmen Moskow terhadap perdamaian di Ukraina.

Rosneft, yang dipimpin sekutu Putin, Igor Sechin, dan Lukoil bersama-sama menyumbang hampir setengah dari ekspor minyak Rusia, sekitar 2,2 juta barel per hari, dengan pendapatan dari minyak dan gas menyumbang sekitar seperempat anggaran federal.

Setelah sanksi diumumkan, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa ia akan menekan pembeli besar, dan berencana membahas impor minyak Rusia dengan Presiden China Xi Jinping minggu depan, setelah menegaskan kembali bahwa India akan mengurangi pembeliannya.


Sanksi ini langsung memicu kekhawatiran pasar akan terjadinya pengetatan pasokan (supply disruption) minyak mentah global. Rusia adalah salah satu produsen minyak terbesar dunia, sehingga gangguan pada alur ekspornya berdampak signifikan.

Reaksi pasar instan yaitu harga minyak mentah (seperti Brent dan WTI) langsung "mendidih". Bagi Indonesia, ini adalah kabar buruk.

Sebagai negara net importir minyak, kenaikan harga minyak dunia akan melebarkan defisit neraca dagang migas, mengerek biaya subsidi energi (BBM dan LPG) dalam APBN, dan menjadi bahan bakar utama inflasi.

Lonjakan impor bisa semakin membebani rupiah.

Sentimen buruk lain datang dari agresi ekonomi terhadap Rusia berlanjut. Uni Eropa (UE) dilaporkan baru saja menjatuhkan "bom" sanksi baru yang menargetkan langsung lingkaran dalam kekuasaan Presiden Vladimir Putin.

Berbeda dari sanksi sektoral, paket terbaru ini bersifat lebih personal dan tajam, dirancang untuk "memiskinkan" para elite dan oligarki yang menopang rezim Kremlin. Tujuannya adalah menciptakan tekanan internal.

Sanksi ini mencakup pembekuan aset besar-besaran-mulai dari rekening bank, properti mewah, hingga superyacht-yang dimiliki oleh kroni-kroni Putin di wilayah yurisdiksi Eropa.

Fokus utama pelaku pasar rupiah pada akhir pekan ini juga tertuju pada satu data yaitu rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) yang akan diumumkan hari ini Jumat.

Data Indeks Harga Konsumen (CPI) ini akan menjadi penentu arah kebijakan Bank Sentral AS, The Fed. Investor tidak hanya akan melihat inflasi utama, tetapi akan membedah angka inflasi inti (Core CPI), yang tidak termasuk harga pangan dan energi.

Angka inti ini dianggap sebagai cerminan terbaik dari tekanan harga yang 'lengket' (sticky inflation), yang menjadi kekhawatiran utama The Fed.
Sebagai catatan, inflasi AS (YoY) melandai ke 2,9% pada Agustus 2025 sementara inflasi inti tetap di 3,1% (YoY). 


(mae/mae)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Donald Trump Melunak ke Rusia, Harga Minyak Merosot

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |