RI Deflasi Lagi Setelah 25 Tahun, Ini yang Sebenarnya Terjadi

4 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia -Deflasi periode Februari 2025 sangat mengejutkan banyak pihak apalagi hal ini terjadi satu bulan sebelum Ramadan di Maret 2025.

Badan Pusat Statistik (BPS) pada 3 Maret 2025 telah mengumumkan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau mengalami deflasi baik secara bulanan (% mtm) dan tahunan (% yoy) yang masing-masing turun sebesar 0,48% dan 0,09%.

"Deflasi 0,48% secara mtm atau penurunan IHK," kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Senin (3/3/2025).

"Komoditas utama penyebab deflasi Februari adalah diskon tarif listrik, daging ayam ras, cabai merah, tomat dan telur ayam ras," kata Amalia.

Deflasi Februari ini menjadi tanda tanya karena terjadi justru sebulan sebelum Ramadan. Pasalnya, IHK biasanya melesat atau mengalami inflasi tinggi menjelang datangnya Ramadan karena masyarakat meningkatkan permintaan barang, terutama makanan. Seperti diketahui, umat Islam di Indonesia mengawali Ramadan pada 1 Maret 2025.

Sementara itu, berdasarkan data BPS yang dapat diperoleh CNBC Indonesia Research sejak 1996, IHK secara bulanan untuk periode satu bulan sebelum bulan Ramadhan cenderung selalu mengalami inflasi. Namun berbeda halnya dengan Februari 2025 yang justru mengalami deflasi 0,48%. Maka dari itu, hal ini sangat mengejutkan banyak pihak.

Bila dilihat IHK tahunan, deflasi sangat jarang terjadi. Sejak era krisis 1997/1998, Indonesia hanya mengalami dua kali deflasi (yoy) yakni pada Maret 2000 dan Februari tahun ini. Artinya, fenomena deflasi tahunan hanya terjadi 25 tahun yang lalu.

Terjadinya deflasi pada Maret 2000 lebih disebabkan karena inflasi pada periode sebelumnya sangat tinggi, Inflasi pada Maret 1999 menembus 45%..

Latar Belakang Deflasi RI

Seperti pada Januari, penyebab utama deflasi ini adalah diskon tarif listrik hampir di seluruh rumah tangga. Bank Central Asia (BCA) dalam laporannya yang berjudul CPI Inflation: Storing up potential energy menjelaskan deflasi pada Februari didorong oleh efek lanjutan diskon 50%.

Berdasarkan hitungan BCA, tanpa diskon listrik, inflasi Februari seharusnya diperkirakan akan mencapai sekitar 2,07% YoY (0,19% MoM).

Sebagai catatan, di Indonesia, terdapat dua metode pembayaran listrik, yaitu prabayar (token) dan pascabayar.

Pelanggan prabayar dapat menyimpan listrik yang dibeli selama periode diskon hingga batas bulanan tertentu. Batas ini sering kali cukup untuk beberapa bulan penggunaan listrik normal. BPS mencatat diskon untuk kelompok ini pada Januari dan Februari, meskipun listriknya digunakan jauh lebih lama.

Pelanggan pascabayar tidak dapat menyimpan listrik selama periode diskon, tetapi membayar konsumsi listrik mereka pada awal bulan berikutnya. Oleh karena itu, diskon 50% untuk kelompok ini secara teknis berlaku pada Februari dan Maret.

Selain diskon listrik yang terjadi dua bulan terakhir, normalisasi harga pangan bergejolak juga berperan besar dalam deflasi Februari. Kelompok pangan bergejolak menyumbang sekitar -0,16% MoM terhadap angka deflasi bulanan.

Kontributor utama deflasi antara lain ayam (-0,06%), cabai (-0,06%), serta bawang merah (-0,05%).

Sebagian deflasi ini dapat dijelaskan oleh normalisasi musim panen tahun ini, yang didukung oleh kondisi cuaca yang lebih baik.

BPSFoto: Komoditas Utama Penyebab Deflasi Februari 2025 (andil % mtm)
Sumber: BPS

Ke depan, BCA memproyeksi bahwa inflasi akan meningkat pada Maret dan April karena berakhirnya diskon listrik bertepatan dengan Ramadan dan Idulfitri.

Namun, prospek inflasi setelahnya masih tidak pasti, karena potensi kenaikan harga pangan dapat tertahan oleh sikap pemerintah yang lebih aktif dalam mengelola pasar pangan.

Sementara itu, Economic Adviser Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal Hastiadi mengatakan bahwa ke depan, kelanjutan tekanan deflasi akan bergantung pada durasi dan skala intervensi pemerintah dalam harga yang diatur, serta potensi pemulihan permintaan konsumen.

Bagi pasar keuangan, deflasi yang tak terduga dapat memicu spekulasi terkait arah kebijakan suku bunga Bank Indonesia (BI), terutama mengingat sikap hawkish BI baru-baru ini dalam mempertahankan nilai tukar rupiah (IDR).

Namun, dengan inflasi inti yang masih tinggi, IDR yang terus tertekan, serta faktor eksternal seperti fluktuasi harga minyak global dan risiko geopolitik, BI kemungkinan akan tetap berhati-hati dan mempertahankan suku bunga acuannya dalam waktu dekat.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(rev/rev)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |