Rancangan Dewan Ekonomi Nasional Prabowo Bereskan Masalah Tsunami PHK

1 day ago 6

Jakarta, CNBC Indonesia - Informasi pemutusan hubungan kerja atau PHK sudah bagaikan tsunami yang menerjang perekonomian Indonesia. Bahkan, kalangan pengusaha yang tergabung ke dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) telah menganggap jumlah korban PHK di tanah air dalam tahap mengkhawatirkan.

Merespons itu, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Presiden Prabowo Subianto tengah menyiapkan strategi untuk memperbaiki iklim lapangan kerja di Indonesia, supaya gelombang PHK mampu diredam.

Jumlah PHK sendiri berdasarkan catatan Apindo pada periode 1 Januari 2025-10 Maret 2025 telah mencapai 114.675 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena PHK sebanyak 73.992 orang, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK karena PHK 40.683 orang.

Data PHK ini melanjutkan kondisi pada 2024 yang mencapai 411.481 orang. Terdiri dari jumlah peserta yang tidak lagi menjadi peserta BPJS TK sepanjang tahun lalu yang mencapai 257.471, dan jumlah peserta yang mengajukan klaim JHT BPJS TK sebesar 154.010 orang.

Anggota DEN Arief Anshory Yusuf mengungkapkan, DEN tengah merancang dua skema kebijakan struktural untuk membendung gelombang PHK. Pertama, ialah merevitalisasi industri padat karya, dan kedua merumuskan formula upah minimum provinsi atau UMP yang sesuai dengan kapasitas industri dan kebutuhan kelas pekerja.

"Kita masih pursue revitalisasi industri padat karya, juga intensif bantu rumuskan formula UMP yang jangan memberatkan pengusaha," kata Arief kepada CNBC Indonesia, Selasa (3/6/2025).

Untuk rancangan kebijakan pendorong revitalisasi industri padat karya, Arief mengatakan, skema yang disusun tidak hanya untuk memudahkan akses dan terjangkaunya aspek pembiayaannya, melainkan termasuk perbaikan aspek lokasi kawasan industrinya, hingga keterkaitan dengan proyek strategis nasional (PSN).

Sementara itu, untuk formula perhitungan UMP yang akan disusun ulang, mempertimbangkan masalah struktural ketenagakerjaan di Indonesia, yaitu masalah minimnya penciptaan pekerjaan layak. Tercermin dari terus meningkat drastisnya pekerja informal atau gig workers di Indonesia, sedangkan jumlah pekerja formal seperti buruh/karyawan/pegawai konsisten merosot.

Ia mencatat, jumlah gig worker ataupun ojol maupun pekerja informal datanya terus meningkat dalam 10 tahun terakhir, dari kisaran 20 juta orang pada 2012, melonjak menjadi 31,5 juta pada 2024. Sementara itu, buruh/karyawan/pegawai trennya terus merosot pada periode yang sama dari kisaran bawah 20 juta orang, menjadi tersisa 12 juta.

Badan Pusat Statistik (BPS) pun mencatat, proporsi pekerja informal naik berdasarkan data terakhir per Februari 2025 menjadi sebanyak 86,58 juta orang atau 59,40% dari total penduduk bekerja. Sedangkan pekerja formal sisanya, hanya sebanyak 59,19 juta orang atau setara 40,60% dari total penduduk bekerja.

Oleh sebab itu, Arief menekankan, reformulasi ulang metode perhitungan UMP ke depan tidak berarti akan membuat para tenaga kerja makin kehilangan daya belinya, meski berstatus bukan pengangguran. Melainkan, menciptakan kesimbangan antara kebutuhan pendapatan layak dengan penciptaan pekerjaan layak.

"Jadi belum tentu (gerus daya beli kelas pekerja). Karena kan UMP hanya untuk 40 juta pekerja, 80 juta pekerja informal justru akan tergerus karena penciptaan kesempatan kerja jadi berkurang," tutur Arief.

Rancangan kebijakan yang disusun DEN ini sebetulnya sedikit banyak serupa dengan hasil kajian LPEM FEB UI dalam Labor Market Brief Volume 6, Nomor 5, Mei 2025 yang ditulis Muhammad Hanri dan Nia Kurnia Sholihah.

Dalam kajian itu, tim ekonom LPEM FEB UI menganggap dalam jangka panjang pemerintah memang harus memperluas basis industri padat karya yang bernilai tambah tinggi dan mendorong investasi di sektor-sektor strategis penyerap tenaga kerja.

Namun, harus turut diiringi dengan transformasi sistem perlindungan sosial menuju perlindungan yang bersifat universal, portable, dan inklusif, serta mengembangkan sistem informasi pasar kerja yang mampu memetakan dan memprediksi kebutuhan tenaga kerja lintas sektor dan wilayah secara real-time.

Selain itu, dalam jangka pendek, pemerintah mereka anggap perlu memperkuat skema perlindungan kerja pasca PHK dengan memperluas cakupan dan menyederhanakan akses ke program JKP, menyediakan pelatihan ulang (reskilling) yang lebih responsif terhadap kebutuhan sektor pertumbuhan dan daerah, serta mengoptimalkan fungsi job fair melalui sistem pelacakan penempatan kerja yang terintegrasi dengan pelatihan.

Pada jangka menengah, strategi yang diperlukan meliputi reformasi program vokasi agar lebih berbasis permintaan industri dan kebutuhan lokal, memperkuat kemitraan tripartit antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga pelatihan seperti BLK dan SMK, serta mengintegrasikan pekerja gig dan informal ke dalam sistem jaminan sosial nasional.

Bedanya, soal upah, tim ekonom LPEM FEB UI tak banyak menyinggung karena menganggap upah rata-rata buruh cenderung mengalami kenaikan terbatas. Per Februari 2025, upah rata-rata nasional tercatat sebesar Rp3 ,09 juta, naik 1,78% dibandingkan tahun lalu.

Selain itu, juga masih terlihatnya ketimpangan upah berdasarkan jenis kelamin, sektor pekerjaan, dan jenjang pendidikan. Buruh perempuan dan mereka yang berpendidikan rendah cenderung menerima upah yang lebih rendah dari rata-rata.

"Data menunjukkan bahwa sekitar 35,89% tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan SD ke bawah, yang dapat memengaruhi produktivitas dan akses terhadap pekerjaan dengan upah layak," tulis tim ekonom LPEM FEB UI itu.


(arj/mij)

Saksikan video di bawah ini:

Video: Data Ekonomi Baik, Tapi PHK dan Daya Beli Masih Jadi PR

Next Article Segini Pesangon Korban PHK Karena Pailit-Buruh Sakit Sesuai Masa Kerja

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |