Jakarta, CNBC Indonesia - Setiap tanggal 1 Juni, Indonesia memperingati Hari Lahir Pancasila. Tanggal ini merujuk pada pidato yang disampaikan oleh Soekarno dalam sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945.
Dalam pidato tersebut, Soekarno untuk pertama kalinya memperkenalkan istilah "Pancasila" kepada para pemimpin dan pendiri bangsa. Dia mengusulkan Pancasila sebagai rumusan dasar negara Indonesia yang poin-poinnya tak jauh beda dari sekarang.
Singkat cerita, usulan ini kemudian diterima oleh forum BPUPK dan dijadikan sebagai dasar resmi negara Indonesia. Soekarno kemudian dianggap sebagai pencetus dan penggali Pancasila.
"[...] aku berterimakasih syukur ke hadirat Allah SWT bahwa aku dijadikan oleh Tuhan perumus Pancasila; dijadikan Tuhan penggali daripada lima mutiara yang tertanam di dalam buminya rakyat Indonesia ini, yaitu Pancasila," kata Soekarno dalam pidato "Indonesia akan Kuat Selama Kita Tetap Setia Pada Pancasila" (5 Oktober 1966).
Meski dikenal sebagai pencetus dasar negara, hidup Soekarno berakhir jungkir balik di masa tua. Dia hidup menderita, kesepian, dan terasingkan imbas statusnya sebagai tahanan politik rezim Soeharto.
Kejadian ini bermula setelah Jenderal Soeharto menggantikan Soekarno sebagai Presiden Indonesia sejak 7 Maret 1967. Soeharto ingin menghilangkan peran dan kekuatan Soekarno sebagai tokoh besar.
Mulanya, Soeharto meminta Soekarno segera keluar dari Istana Negara. Soekarno kemudian ditempatkan di Istana Bogor. Namun, akibat terus-menerus diinterogasi imbas statusnya sebagai tahanan politik, pria kelahiran 6 Juni 1901 itu tak betah.
Akhirnya, Soekarno ditempatkan di Wisma Yaso pada 1969. Sejarawan Peter Kasenda dalam bukunya Hari-hari Terakhir Sukarno (2013) menyebutkan bahwa selama berada di Wisma Yaso, Soekarno dijaga dengan sangat ketat dan dilarang berkomunikasi dengan dunia luar.
Sehari-hari, Soekarno hidup sendirian sambil terus-menerus menjalani interogasi terkait keterlibatannya dalam tragedi Gerakan 30 September. Situasi ini membuat Soekarno mengalami depresi dan jatuh sakit. Dia bahkan kerap berbicara sendiri.
Diketahui, Soekarno memang menderita penyakit ginjal. Selama masa kekuasaannya, dia sempat menjalani pengobatan untuk penyakit tersebut. Namun, setelah ditahan, dia tidak lagi mendapatkan akses pengobatan yang memadai.
Satu-satunya dokter yang bisa diaksesnya hanyalah seorang dokter hewan, yang tentu tak bisa memberikan obat terbaik.
Akibatnya, Soekarno harus bergelut setiap hari dengan tekanan mental dan rasa sakit akibat penyakit ginjalnya. Kondisi ini semakin memburuk hingga akhirnya kritis dan berujung wafat pada 21 Juni 1970.
Meskipun telah wafat, Soeharto tetap berupaya menghapus jejak peran Soekarno dalam sejarah bangsa, salah satunya terkait Pancasila. Sejak 1970, Soeharto melarang peringatan Hari Lahir Pancasila tanggal 1 Juni yang sebelumnya rutin diperingati sejak tahun 1964.
Larangan ini didasarkan pada pandangan bahwa ajaran Soekarno tidak lagi diperbolehkan. Sejarawan Asvi Warman Adam dalam Pelurusan Sejarah Indonesia (2007) menyebut, pelarangan berjalan lewat publikasi resmi yang dikeluarkan pemerintah oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nugroho Notosusanto.
Dia membuat propaganda bahwa Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni adalah salah. Selain itu, dia juga meminta masyarakat percaya kalau Pancasila bukan dicetuskan Soekarno, melainkan Mohammad Yamin dalam sidang BPUPK tahun 1945. Sebagai gantinya, pemerintah lebih memilih merayakan peringatan Hari Kesaktian Pancasila tiap 1 Oktober.
Peran Soekarno dalam kelahiran Pancasila kemudian mulai dimunculkan lagi setelah rezim Orde Baru berakhir. Puncaknya, pada 2016, pemerintah menetapkan tanggal 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan hari libur nasional yang berpatokan pada pidato Soekarno tanggal 1 Juni 1945.
(mfa)
Saksikan video di bawah ini: