Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah mewacanakan pembentukan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Saat ini sedang dilakukan persiapan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2021 tentang Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan dan Keputusan Presiden (Keppres) 30/2021 tentang Pengangkatan Dewan Pembina Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.
Lalu bagaimana reaksi pengusaha perumahan dengan rencana ini?
Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan dengan telah terbentuknya Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), maka pembentukan BP3 menjadi tidak relevan. Terlebih lagi, saat ini pemerintah sudah memberlakukan sistem perizinan berusaha terintegrasi berbasis risiko atau Online Single Submission (OSS).
"Kalau melihat kembali ke belakang, rencana awal pembentukan BP3 adalah sebagai lembaga ex officio untuk memudahkan koordinasi mengingat sektor perumahan ini melibatkan setidaknya lima kementerian terkait. Tetapi dengan telah adanya Kementerian PKP, maka BP3 menjadi tidak relevan, tidak dibutuhkan dan tidak efisien dibentuk," ujar Joko dalam keterangannya, Kamis (13/3/2025).
Menurutnya, keberadaan BP3 justru berpotensi memunculkan dualisme kebijakan. Dan menumbuhkan kembali pengaturan oleh banyak lembaga di industri properti termasuk perumahan.
"Kami berpendapat aturan hunian berimbang cukup diatur dan dikelola oleh Kementerian PKP, sehingga tidak ada tumpang tindih kelembagaan dan kebijakan," tegas Joko Suranto.
Berkaitan dengan akan diterapkannya hunian berimbang, ditegaskan secara prinsip REI tidak menolak. Karena aturan tersebut adalah satu kewajiban yang
diatur undang-undang. Tetapi dalam perjalanannya selama 13 tahun, hunian berimbang ternyata belum dapat terealisasi.
"Selain lewat satu pintu regulator, skema aturan hunian berimbang harus realistis untuk diterapkan. REI menyampaikan beberapa usulan yang memungkinkan untuk dilakukan pemerintah agar hunian berimbang dapat diterapkan," sebutnya.
Pertama, revisi regulasi agar hunian berimbang untuk skala besar dapat dilaksanakan pada lokasi lain baik lintas kabupaten maupun lintas provinsi. Selain itu, hunian berimbang dapat dikerjasamakan antara pengembang skala besar dan pengembang skala kecil.
Kedua, implementasi hunian berimbang diterapkan melalui rencana tata ruang. Di mana lokasi pembangunan rumah tipe 3 (rumah sederhana bagi MBR) ditetapkan dalam RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) dan dalam bentuk sub-zonasi khusus untuk rumah sederhana. Dengan begitu, kata Joko Suranto, akan mengunci harga lahan di lokasi pembangunan rumah MBR tersebut.
Dia berharap segera ada kebijakan yang komprehensif dari Kementerian PKP berkaitan dengan skema hunian berimbang, serta tetap tercipta sinergi dan komunikasi yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan di sektor perumahan.
Sebelumnya, melansir detik, Direktur Jenderal Kawasan Permukiman Kementerian PKP Fitrah Nur mengungkapkan, sedang menyelesaikan peraturan yang mengatur badan tersebut. Setelah itu, baru akan dibentuk panelis dan mengundang peserta yang ingin bergabung dengan badan tersebut. Menurutnya, pembentukan BP3 dapat rampung pada semester II tahun ini.
"Sekarang itu kan ada revisi Perpres 9 dan Keppres 30, itu baru keluar dari persetujuan dari Presiden (Prabowo Subianto) Jumat kemarin. Itu baru kita proses dulu," ujar Fitrah, dikutip dari detik.
"Kita bertahap dulu lah, kita selesaikan peraturannya dulu, kemudian kita bentuk panelis, lalu kita undang nanti panelisnya, kita undang peserta yang mau ikut di BP3," katanya.
(dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Banjir Bikin Boncos, Penjualan Properti Diramal Turun
Next Article Kementerian Perumahan Hidup Lagi, Bos Properti Langsung Minta Ini