Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak dunia menguat pada awal perdagangan Senin (26/5/2025) setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memutuskan untuk memperpanjang tenggat waktu pembicaraan dagang dengan Uni Eropa hingga Juli mendatang. Keputusan ini menurunkan ketegangan pasar terkait potensi pemberlakuan tarif tambahan yang sebelumnya dikhawatirkan dapat menekan permintaan energi global.
Harga Brent crude kontrak Juli ditutup naik tipis ke US$64,81 per barel, menguat dari posisi US$64,78 per barel pada akhir pekan lalu. Sementara itu, harga minyak acuan AS West Texas Intermediate (WTI) stagnan di level US$61,53 per barel.
Keputusan Trump untuk memberikan waktu tambahan kepada Uni Eropa menyusul permintaan dari Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen, yang menyebutkan bahwa blok tersebut memerlukan lebih banyak waktu untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif dengan Washington.
"Minyak dan indeks saham AS mendapat dorongan positif pagi ini setelah Presiden Trump menunda batas waktu kesepakatan dagang," ujar Tony Sycamore, analis pasar dari IG Group.
Sinyal meredanya tensi geopolitik ini memperkuat sentimen pasar yang sebelumnya juga didukung oleh terbatasnya kemajuan dalam perundingan nuklir AS-Iran. Kondisi tersebut menekan kekhawatiran akan kembalinya pasokan minyak Iran secara besar-besaran ke pasar global.
Di sisi lain, jumlah rig minyak aktif di AS kembali menurun. Data mingguan dari Baker Hughes menunjukkan adanya penurunan sebanyak delapan rig menjadi total 465 rig pekan lalu, level terendah sejak November 2021. Penurunan ini mencerminkan tekanan terhadap produsen akibat harga minyak yang sempat melemah beberapa waktu terakhir.
Meski begitu, potensi kenaikan produksi dari kelompok produsen minyak OPEC+ masih membayangi laju harga. Kelompok ini dijadwalkan menggelar pertemuan pada awal Juni dan diperkirakan akan menambah kuota produksi sekitar 411.000 barel per hari untuk bulan Juli. Sebelumnya, OPEC+ telah meningkatkan target produksi hingga 1 juta barel per hari untuk April hingga Juni, sebagai bagian dari rencana pelepasan bertahap terhadap pemangkasan sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari yang diterapkan sejak awal tahun.
Dengan sejumlah faktor yang saling tarik-menarik ini, pelaku pasar akan terus mencermati arah kebijakan dagang AS, dinamika pasokan OPEC+, dan perkembangan geopolitik lainnya yang dapat mempengaruhi permintaan energi global ke depan.
CNBC Indonesia
(emb/emb)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Trump Hidupkan Kembali Batu Bara, Indonesia Bisa Ambil Peluang
Next Article Donald Trump Buka Suara, Harga Minyak Kompak Ambruk 1%