Minyak Atsiri Indonesia, Aroma Tropis yang Menembus Dunia

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia si negeri harum. Ini julukan yang pantas disematkan ke Indonesia karena bunga dan rempahnya yang melimpah. Tidak hanya bunga dan rempah, harum produk minyak atsiri ternyata semerbaknya hingga seluruh dunia.

Hingga kini, terdapat 99 jenis tanaman penghasil minyak atsiri di dunia, dan 40 di antaranya tumbuh subur di Indonesia. Dengan tanah vulkanik yang kaya mineral dan iklim tropis yang lembap, negeri ini memiliki semua unsur alami untuk menjadi pemain utama global di sektor minyak atsiri.

Minyak atsiri (essential oil) merupakan cairan hasil distilasi berbagai bagian tanaman seperti daun, bunga, batang, atau akar, yang memiliki aroma khas dan nilai ekonomi tinggi. Melansir dari Indonesia.go.id, dari 40 jenis tanaman atsiri yang tumbuh di Indonesia, 17 telah dibudidayakan secara komersial, dengan tujuh jenis menjadi andalan ekspor: cengkih, nilam, serai wangi, pala, kayu putih, akar wangi, dan gaharu.

Dua produk tambahan yang mirip namun bukan atsiri adalah gambir dan turpentin, yang juga berperan penting dalam industri parfum dan farmasi dunia.

Persebaran bahan baku atsiri di Indonesia pun unik. Sumatra menjadi lumbung serai wangi, nilam, dan pala; Jawa unggul pada akar wangi dan kayu putih; Sulawesi dikenal dengan cengkih dan vanilinya; sementara Maluku dan Papua menjadi rumah bagi gaharu, kayu lawang, dan masoi.

Kementerian Perindustrian menyebut bahwa distribusi tanaman atsiri tersebar di seluruh nusantara, menjadikan rantai nilai komoditas ini potensial untuk dikembangkan secara merata dari hulu ke hilir.

Namun, di tengah potensi besar itu, ekspor minyak atsiri Indonesia justru menurun pada Oktober 2025. Berdasarkan laporan data SatuData Kementerian Perdagangan, total nilai ekspor minyak atsiri (HS Code 33029000) tercatat sebesar US$130,2 juta, turun 10,04% secara tahunan (YoY).

Sebaliknya, nilai impornya mencapai US$375,4 juta, juga turun 9,41% YoY. Meskipun terjadi penurunan, tren ini menunjukkan adanya pergeseran pasar dan potensi diversifikasi tujuan ekspor baru.

Secara rinci, Inggris menjadi negara dengan pertumbuhan ekspor tertinggi, melonjak hingga 73.833% YoY, diikuti Polandia (23.169%) dan Turki (2.126%).

Negara seperti Kamboja, Swiss, dan Sri Lanka juga mencatat pertumbuhan yang signifikan. Ini menandakan bahwa permintaan minyak atsiri Indonesia mulai menjangkau pasar non-tradisional di Eropa Timur dan Asia Selatan. Data ini menunjukkan adanya peluang bagi pelaku industri untuk memperluas penetrasi pasar dengan branding berbasis keaslian bahan tropis.

Dari sisi impor, Mesir mencatat lonjakan tertinggi dengan kenaikan fantastis 172.702% YoY, disusul oleh Afrika Selatan (40.425%) dan Denmark (8.414%). Peningkatan ini menunjukkan tingginya ketergantungan industri dalam negeri terhadap bahan baku atsiri impor, terutama untuk keperluan farmasi, kosmetik, dan aromaterapi yang menuntut standar kemurnian tertentu.

Sayangnya, kesenjangan antara data ekspor dan impor ini memperlihatkan bahwa rantai nilai atsiri nasional belum sepenuhnya terintegrasi, terutama dalam sektor penyulingan dan standarisasi mutu. Banyak petani masih mengandalkan penyulingan tradisional di tingkat desa, sehingga kualitas minyak yang dihasilkan belum seragam. Padahal, di pasar global, parameter seperti kemurnian, indeks bias, dan kadar aldehida menjadi faktor penentu harga jual.

Proses produksi minyak atsiri juga melibatkan perjalanan panjang dari hulu ke hilir. Di tingkat petani, tanaman seperti nilam dan cengkih dipanen, lalu dikirim ke penyulingan rakyat untuk melalui proses destilasi. Dari akar hingga bunga, setiap bagian tanaman memiliki kandungan minyak berbeda. Misalnya, minyak cengkih paling banyak dihasilkan dari daun, bukan bunga. Proses sederhana ini menyimpan potensi ekonomi besar jika disertai inovasi teknologi penyulingan modern.

Dengan penurunan ekspor yang terjadi pada 2025, pemerintah perlu memperkuat posisi Indonesia bukan hanya sebagai pemasok bahan mentah, tetapi juga sebagai produsen minyak atsiri bernilai tambah. Investasi di bidang riset, standardisasi mutu, dan hilirisasi dapat memperkuat daya saing di pasar global yang kini semakin bergeser ke arah produk aromaterapi alami dan kosmetik organik.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |