FOTO : Benz Jono Hartono [ ist ]
DI tengah riuhnya geopolitik global, satu realitas yang sering luput dari sorotan publik adalah posisi strategis umat Islam Indonesia dalam peta perlawanan terhadap hegemoni global.
Indonesia bukan hanya negara Muslim terbesar di dunia berdasarkan jumlah penduduk, ia juga merupakan pusat dinamika Islam moderat, progresif, namun berpotensi radikal ketika diinjak kehormatannya.
Kombinasi antara jumlah, semangat keagamaan, dan sejarah panjang perlawanan membuat umat Islam Indonesia tak hanya diperhatikan, tetapi juga dicurigai dan bahkan ditakuti oleh apa yang disebut sebagian kalangan sebagai komplotan anti Tauhid internasional.
*1. Ukuran dan Potensi Mobilisasi Masif*
Dengan lebih dari 230 juta umat Muslim, Indonesia adalah center of gravity bagi kekuatan Islam dunia. Potensi ini tidak hanya dilihat dari segi demografi, tetapi juga dari kemampuan mobilisasi umat dalam skala nasional.
Aksi 212 membuktikan bahwa jutaan Muslim bisa bersatu dalam waktu singkat demi satu agenda keumatan. Fakta ini mencemaskan banyak pihak, terutama aktor global yang selama ini terbiasa melihat Islam sebagai
*entitas terfragmentasi.*
*Bagi mereka yang mengusung agenda sekularisasi global, potensi mobilisasi berbasis akidah adalah ancaman yang nyata.*
*2. Islam Indonesia Antara Moderat dan Militan*
Islam di Indonesia selama ini dikenal sebagai Islam Nusantara yang moderat. Namun, sejarah menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia bisa sangat militan ketika nilai-nilai dasar Islam, terutama Tauhid dilecehkan.
Dari Perang Diponegoro hingga perlawanan Hizbullah-Hisbunnasr melawan penjajah, narasi keimanan selalu menjadi pemantik perlawanan.
Dalam laporan RAND Corporation (2007) tentang strategi menghadapi Muslim world, Indonesia disebut sebagai battleground of ideologies, di mana benturan antara Islam moderat dan Islam skripturalis (yang berpegang pada Tauhid murni) terus dipantau.
*3. Peran Strategis di Kawasan Indo-Pasifik*
Secara geopolitik, Indonesia terletak di jalur strategis antara Samudra Hindia dan Pasifik. Negara ini adalah kunci bagi kestabilan kawasan yang menjadi target pengaruh militer dan ekonomi dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, China, dan sekutu Eropa.
Kuatnya umat Islam yang tidak tunduk pada narasi Barat menjadi batu sandungan bagi agenda soft power global. Gerakan Islam yang independen di Indonesia dapat merusak proyek globalisasi budaya dan ekonomi yang seringkali memuat nilai-nilai liberal yang bertentangan dengan ajaran Tauhid.
*4. Target Operasi Intelijen Global*
Banyak pakar intelijen dan peneliti menyebut Indonesia sebagai sasaran empuk psywar (perang psikologis), infiltrasi ideologi, dan operasi intelijen terselubung. Dalam dokumen Snowden (2013), disebutkan bagaimana lembaga-lembaga intelijen Barat aktif memantau kegiatan ormas Islam di Indonesia.
Tujuannya? Mengendalikan narasi, membatasi radikalisasi, dan melemahkan kekuatan Islam dalam politik negara yang tidak bisa diajak kompromi.
Konsep de-radicalization
seringkali menjadi bungkus lembut dari program depolitisasi Islam dan dekonstruksi nilai-nilai Tauhid yang tidak kompatibel dengan order dunia sekuler.
*5. Keteguhan pada Tauhid Ancaman Ideologis*
Tauhid bukan hanya doktrin teologis, ia adalah manifestasi pembebasan dari segala bentuk penghambaan selain kepada Allah SWT. Dalam perspektif ideologi global, semangat ini sangat berbahaya karena melahirkan manusia-manusia merdeka, tidak tunduk pada sistem riba, tidak takut kepada tekanan politik global, dan tidak bisa dikendalikan oleh media arus utama.
Itulah sebabnya, agenda liberalisasi, sekularisasi, bahkan feminisasi agama, didorong kuat oleh lembaga-lembaga asing di Indonesia, bukan sekadar proyek sosial, melainkan bagian dari strategi melemahkan inti dari kekuatan Islam dengan Tauhidnya.
*Penutup*
Kekuatan umat Islam Indonesia ada pada kesadaran dan persatuan. Dengan literasi yang kuat, pemahaman terhadap geopolitik, serta keteguhan dalam ajaran tauhid, umat dapat menepis fitnah, propaganda, dan tekanan internasional.
Sudah saatnya umat Islam Indonesia menyadari bahwa mereka bukanlah korban dari konspirasi semata, tetapi juga subjek sejarah yang mampu membentuk masa depan.
Pertanyaannya bukan lagi, “apakah mereka menyerang kita?”, tetapi *“apa yang akan kita lakukan untuk melindungi dan menegakkan kebenaran Tauhid?”*
Oleh : Benz Jono Hartono [ Praktisi Media Massa di Jakarta ]