Mata Uang Asia Banyak yang Undervalued, Dicari Investor!

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia - Kemajuan yang damai dari perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China mendukung ketertarikan investor untuk masuk ke pasar emerging market (EM), terutama Asia yang masih murah.

Beberapa mata uang Asia yang dinilai menarik seperti Won Korea Selatan, Rupiah Indonesia, dan Rupee India bisa dibilang masih undervalued dan menarik bagi para trader yang ingin memanfaatkan trading dari penurunan daya tarik dolar Amerika Serikat (AS).

Dari grafik berikut terlihat bahwa mata uang Asia banyak yang terkontraksi terhadap dolar AS. Dalam sepekan, secara berurutan, Rupee India, Ringgit Malaysia, Rupiah, Won Korea Selatan, dan Yen Jepang jadi yang paling terdepresiasi.

Selain karena valuasi yang menarik, stimulus China dan kemajuan yang damai dari pembicaraan negosiasi Amerika dengan negara Tirai Bambu ini membuat optimisme di kawasan Asia semakin atraktif.

"Secara fundamental, sudah lama undervalued," kata Claudia Calich, kepala EM debt at M&G Investment Management.

Ia menambahkan bahwa para investor, termasuk dirinya, sebelumnya kurang berinvestasi di Asia karena peluang carry trade lebih tinggi di Amerika Latin. "Sekarang sudah mulai terkoreksi sedikit, tapi masih tetap murah."

Prospek penguatan mata uang Asia juga terlihat jelas pada awal bulan ini ketika lonjakan dolar Taiwan terjadi. Dan ini potensi membantu mata uang Asia lain untuk mengejar kinerja mata uang negara maju.

Apalagi, mata uang Emerging market sudah lama terjerembab di zona merah akibat pengumuman tarif resiprokal pada awal April lalu.

Goldman Sach dan Barclays Plnc juga menilai ketertarikannya untuk mata uang Asia seperti Won Korea Selatan di peringkat teratas.

Analis Barclays juga melihat peluang besar untuk penguatan dolar Singapura dan Taiwan.

Meski banyak pengamat pasar yang memperkirakan mata uang Asia akan menguat, tetapi juga perlu dicatat bahwa masih belum jelas apakah penguatan ini bisa bertahan lebih dari sekadar gerakan penyesuaian harga.

Stabilitas yuan sebagai mata uang yang dikelola ketat bisa menjadi pedang bermata dua, di satu sisi mengurangi volatilitas di Asia, tetapi di sisi lain membatasi penguatan cepat.

Beijing telah memberi sinyal bahwa mereka belum siap membiarkan yuan menguat drastis terhadap dolar AS.

Baru-baru ini, indeks dolar AS (DXY) juga sudah mulai menguat lagi ke atas level 100 setelah The Fed mengumumkan menahan suku bunga.

"Saya tidak berpikir kita sedang berada di lingkungan pertumbuhan global yang memungkinkan mata uang Asia benar-benar mengungguli," kata Grant Webster, co-head EM sovereign debt and currencies di Ninety One, London.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(tsn/tsn)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |