Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasita menegaskan, mundurnya LG dari konsorsium investasi pembangunan ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/ EV) di Indonesia tak berdampak ke jadwal dan target pengurangan emisi karbon.
Kemenperin, ujarnya, konsisten mendukung percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, termasuk mendorong produksi baterai kendaraan listrik. Sejalan dengan itu, populasi kendaraan listrik di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.
Dia memaparkan, pada tahun 2024, total populasi kendaraan listrik di Indonesia mencapai 207 ribu unit. Angka ini meningkat sebesar 78 persen dibanding tahun 2023 yang berjumlah 116 ribu unit.
"Adanya informasi terkait mundurnya LG Energy Solution dari investasi proyek kendaraan listrik di Indonesia, tidak perlu dikhawatirkan karena akan digantikan dengan mitra investasi baru dari perusahaan China yakni Huayou," kata Agus dalam keterangan resmi, Kamis (24/4/2025).
Dia menjelaskan, Huayou berkantor pusat di Tongxiang Zhejiang dan bergerak dalam kegiatan penelitian, pengembangan, dan manufaktur material baterai lithium-ion energi serta material kobalt. Komponen tersebut biasanya digunakan untuk elektronik hingga kendaraan listrik.
"Dalam sebuah konsorsium bisnis atau proyek skala besar, pergantian investor merupakan hal yang lazim terjadi. Ini tidak mengganggu dari target program pengembangan EV di Indonesia. Akselerasi pengembangan untuk ekosistem kendaraan listrik di Indonesia tetap berjalan sesuai perencanaan dan targetnya, apalagi sudah ada yang berproduksi," tegas Agus.
"Saat ini, sudah ada dua perusahaan yang memproduksi baterai untuk motor listrik. Yaitu PT Industri Ion Energisindo yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 10.000 baterai per tahun dan investasi sebesar Rp18 miliar. Serta PT Energi Selalu Baru yang memiliki kapasitas produksi sebanyak 12.000 baterai per tahun dan investasi sebesar Rp15 miliar," tambahnya.
Target Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada tahun 2023 nanti industri otomotif di dalam negeri dapat memproduksi 9 juta unit sepeda motor listrik roda dua dan tiga, serta 600 ribu unit mobil dan bus listrik.
"Target tersebut diharapkan dapat berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) sebesar 21,65 juta barel atau setara pengurangan emisi CO2 sebanyak 7,9 juta ton secara total," cetusnya.
"Hingga saat ini, di Indonesia sudah ada 63 perusahaan yang memproduksi sepeda motor listrik roda dua dan tiga, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 2,28 juta unit per tahun dan total investasi sebesar Rp1,13 triliun. Terdapat 9 perusahaan yang memproduksi mobil listrik dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 70.060 unit per tahun dan investasi sebesar Rp4,12 triliun," papar Agus.
Tak hanya itu, ucapnya, ada juga 7 perusahaan yang memproduksi bus listrik, dengan jumlah kapasitas produksi sebanyak 3.100 unit per tahun dan total investasi sebesar Rp0,38 triliun.
"Jadi, keseluruhan investasi tersebut sebesar Rp5,63 triliun. Investasi ini yang perlu kita jaga karena membawa multiplier effect bagi perekonomian kita, termasuk pada peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia," tukas Agus.
Pengembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, imbuh dia, sejalan dengan kebijakan hilirisasi yang juga menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Semangat ini sesuai dengan misi Asta Cita Bapak Presiden, yakni melanjutkan hilirisasi dan industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah di dalam negeri," katanya.
"Kemenperin telah memacu hilirisasi nikel untuk produksi baterai kendaraan listrik. Ini bertujuan untuk menciptakan nilai tambah dari sumber daya alam Indonesia, khususnya nikel, dan membuat industri baterai EV nasional lebih mandiri dan kompetitif, sehingga tidak lagi bergantung pada impor," beber Agus.
Penjelasan Pemerintah Soal Investasi LG
Sebelumnya, mencuat kabar mundurnya LG dari rencana investasi ekosistem pabrik baterai EV di Indonesia.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan Roeslani menjelaskan, LG Energy Solution dari Korea Selatan tidak mundur dari keseluruhan proyek investasi baterai kendaraan listrik RI senilai US$ 9,8 miliar atau setara RP 165,3 triliun (Kurs US$ 16.867/US$).
Namun, terangnya, LG hanya mundur dari sebagian proyek yang direncanakan.
Sejatinya, kesepakatan mengenai investasi ini sudah dimulai sejak tahun 2020 dengan adanya 4 rencana Joint Venture (JV) terkait tambang nikel, pembuatan prekursor, katoda, anoda, cell baterai, dan daur ulang baterai. LG sudah merealisasikan investasinya sebesar US$ 1,1 miliar pada proyek ini.
"Jadi terbagi dalam 4 JV, dan mereka sudah groundbreaking dan sudah selesai di JV nomor 4 , jadi memang berita yang kemarin mereka mundur itu bukan mundur semuanya, nggak. Mereka sudah selesai di JV nomor 4 senilai US$ 1,1 miliar," kata Rosan di Kantor Presiden, Rabu (23/4/2025).
Bukan Mundur, Pemerintah yang Putus LG
Rosan menegaskan, sejatinya Menteri ESDM Bahlil Lahadalia lah yang lebih dulu memutus negoisasi investasi lanjutan LG tersebut dan memilih menjalankan proyek ini dengan partner lainnya.
"Kemudian memang pak Bahlil sudah menyampaikan. Mungkin saya ingin tambahkan tadi dikatakan bahwa dari sana memutus, sebetulnya lebih tepatnya kami yang memutus," kata Rosan, di Kantor Presiden, Rabu (23/4/2025).
Menurutnya itu berdasarkan surat yang diterbitkan Kementerian ESDM tertanggal pada 31 Januari 2025. Alasannya, proses negosiasi sudah berjalan terlalu lama dengan pihak LG untuk merealisasikan investasinya sedangkan Indonesia ingin agar proyek itu berjalan secepatnya.
"Karena memang negosiasi ini sudah terlalu lama, sedangkan kita kan ingin semua ini berjalan dengan baik, dengan cepat, karena negoisasi sudah berlangsung 5 tahun," ungkap Rosan.
"Jadi kan nggak mungkin proyek itu lama gitu. Oleh sebab itu dikeluarkan surat oleh pak Bahlil yang dikirimkan kepada CEO dari LG Chem maupun LG Energy Solution," katanya.
(dce/dce)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Menteri Investasi Bantah LG Mundur Dari Seluruh Investasi EV
Next Article LG Batal Investasi Baterai EV di RI, Ternyata Ini Biang Keroknya