Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih: Jalan Baru Jawab Ketimpangan Lama

1 day ago 5

Catatan: Artikel ini merupakan opini pribadi penulis dan tidak mencerminkan pandangan Redaksi CNBCIndonesia.com

Dalam dunia kebijakan, kritik adalah bahan bakar kemajuan. Namun tak semua kritik lahir dari pemahaman utuh atas ikhtiar perubahan. Sejumlah pihak, menyebut program Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai ancaman bagi otonomi desa, kelembagaan lokal, hingga stabilitas fiskal negara. Tapi mari kita jujur, bukankah stagnasi desa, ketimpangan antarwilayah, dan dominasi rente politik di tingkat lokal adalah persoalan lama yang tak kunjung usai? Maka pertanyaannya bukanlah "mengapa ada Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih", melainkan "mengapa baru sekarang?"

Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih bukan proyek politik jangka pendek. Ia adalah koreksi struktural terhadap ketimpangan akses, ketergantungan fiskal desa, dan lemahnya basis produksi komunitas. Ia hadir bukan untuk menggusur BUMDes atau menambah beban utang desa, tetapi untuk meneguhkan satu hal: bahwa ekonomi kerakyatan butuh struktur baru yang sistemik, inklusif, dan bertaji.

Sejumlah pihak memotret keresahan, itu sah. Namun terlalu dini menyimpulkan bahwa Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih akan mengulang sejarah kegagalan koperasi masa lalu. Justru sebaliknya, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih membuka peluang integrasi antarprogram negara, dari subsidi pupuk, distribusi pangan, akses ke Kredit Usaha Rakyat (KUR), hingga pelibatan BUMN. Untuk pertama kalinya, desa punya koperasi yang tak hanya jadi pelengkap retorika, tapi benar-benar diorkestrasi untuk menyerap produksi, menyalurkan logistik, hingga membuka lapangan kerja produktif secara massif.

Kritik soal top-down? Bukankah negara punya hak dan tanggung jawab memandu perubahan ketika pasar dan masyarakat gagal bergerak sendiri? Pendekatan hybrid antara regulasi pusat dan kelembagaan lokal justru dibutuhkan untuk menembus disparitas pembangunan yang terlalu dalam. Musyawarah desa tetap jadi ruang deliberatif, tapi kali ini dengan mandat operasional yang lebih kuat: mengelola, bukan sekadar menunggu kucuran dana.

Jika kita cermati, tantangan utama desa selama ini adalah lemahnya agregasi, baik produksi maupun permintaan. Koperasi konvensional berjalan sendiri-sendiri, lemah dalam skala, lambat dalam digitalisasi, dan tertinggal dalam inovasi pembiayaan. Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih hadir sebagai orkestrator ekonomi desa, bukan sebagai penguasa tunggal. Ia memungkinkan terbentuknya ekosistem koperasi multilateral yang melibatkan petani, nelayan, pelaku UMKM, serta didukung teknologi logistik dan sistem pembayaran digital.

Apakah ada risiko? Tentu. Setiap kebijakan progresif selalu diiringi turbulensi awal. Tapi solusi bukanlah menunda atau membatalkan, melainkan memperkuat tata kelola, memperluas pelatihan, dan memastikan pelibatan komunitas secara bermakna. Di sinilah peran Balai Latihan Kerja (BLK), perguruan tinggi, bahkan lembaga keuangan mikro lokal. Transformasi desa tidak bisa diserahkan pada mekanisme pasar semata.

Sejumlah pihak juga mengingatkan tentang sejarah koperasi yang dibajak oleh elit. Tapi bukankah justru ketidakhadiran negara dalam pemberdayaan koperasi yang membuatnya rentan dibajak? Negara hari ini sedang menebus utangnya kepada desa-bukan dengan retorika, tapi dengan desain institusi dan model bisnis baru yang menjanjikan.

Kita tidak sedang bicara koperasi sebagai "alat politik". Kita sedang bicara koperasi sebagai "infrastruktur demokrasi ekonomi". Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih adalah jalan tengah antara inisiatif rakyat dan kebijakan negara. Ia bukan mimpi utopis, melainkan realitas kebijakan yang sedang dibangun secara bertahap dan sistematis.

Menutup tulisan ini, saya percaya bahwa Indonesia butuh model koperasi baru yang berpikir dalam skala nasional, bekerja dalam skema lokal, dan berdiri di atas semangat gotong royong. Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih bukan ancaman, melainkan koreksi terhadap ekonomi yang terlalu lama bersandar pada distribusi dana tanpa bangunan kelembagaan ekonomi yang kokoh. Jika dikelola dengan benar, ia bukan hanya penggerak ekonomi desa, tapi juga lokomotif kedaulatan pangan dan kesejahteraan nasional.


(rah/rah)

Read Entire Article
8000hoki online hokikilat online
1000hoki online 5000hoki online
7000hoki online 9000hoki online
800hoki download slot games 2000hoki download slot games
4000hoki download slot games 6000hoki download slot games
Ekonomi Kota | Kalimantan | | |