Jakarta, CNBC Indonesia- Harga beras dunia terperosok hingga menyentuh batas terbawah akibat kelebihan pasokan dari India dan Asia.
Melansir Reuters, harga beras internasional anjlok sangat tajam sejak awal 2024, terutama setelah India eksportir beras terbesar dunia mencabut seluruh pembatasan ekspornya.
Harga beras parboiled India merosot ke level terendah dalam 22 bulan, sementara harga beras Thailand dan Vietnam juga menyentuh titik nadir dalam tiga hingga lima tahun terakhir.
Namun menurut Asosiasi Eksportir Beras India, harga saat ini diperkirakan sudah mencapai dasar di kisaran US$390 per ton untuk beras 5% patah dan tidak akan banyak bergerak sepanjang 2025 akibat banjir pasokan global.
Harga beras sudah mulai naik ke US$ 410 [er ton pada hari ini, Kamis (8/5/2025) tetapi masih di level terendah sejak September 2022 atau dua tahun lebih.
Harga beras bisa kembali turun tajam mengingat besarnya pasokan.
Proyeksi produksi global mencapai rekor 543,6 juta ton dan total pasokan dunia menyentuh 743 juta ton, jauh melampaui estimasi konsumsi global di angka 539,4 juta ton keseimbangan pasar beras dunia berada di titik rapuh.
Stok beras India sendiri, per 1 April 2025, tercatat 63 juta ton lima kali lipat dari target pemerintahnya. Dalam konteks ini, produsen lain seperti Thailand dan Vietnam ikut terpukul. Ekspor beras Thailand diproyeksikan anjlok 29%, dan Vietnam 17% tahun ini.
Namun, justru dalam kondisi inilah Indonesia tampil sebagai anomali.
Indonesia, yang selama ini dikenal sebagai importir besar dan sedang giat mengejar swasembada, kini mencuri perhatian. Produksi beras nasional terus menanjak. Badan Pusat Statistik memperkirakan produksi Januari-Mei 2025 mencapai 16,62 juta ton beras, naik 12,4% dari tahun lalu. Total produksi gabah diproyeksi menyentuh 28,85 juta ton naik 3,18 juta ton dibandingkan 2024. Proyeksi USDA bahkan lebih tinggi: 34,6 juta ton (milled basis) sepanjang musim 2024/25.
Tak hanya itu, cadangan beras nasional juga menguat. Stok beras Indonesia kini mendekati 5 juta ton tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Situasi ini memberi ruang bagi Indonesia untuk mulai memperkuat ketahanan dalam negeri, dan bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan merambah pasar ekspor secara masif.
Beberapa negara sudah mulai melirik. Malaysia secara terbuka menyampaikan minat mengimpor beras dari Indonesia, menyusul krisis pasokan dan penurunan rasio swasembada mereka menjadi 56,2% pada 2023. Singapura juga tercatat meningkatkan impor hingga 22,8%, termasuk dari sumber alternatif seperti Indonesia. Kemendag mengonfirmasi bahwa beras premium dan eksotis asal Indonesia kini mulai diekspor ke Malaysia, Singapura, dan pasar ASEAN lainnya.
Indonesia sedang berada di simpang jalan penting. Di satu sisi, dunia tengah dibanjiri beras murah, membuat harga tertekan. Di sisi lain, RI memiliki momentum langka, produksi melimpah, cadangan tinggi, dan permintaan regional yang tumbuh.
Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan produksi Gabah Kering Giling (GKG) pada Januari-Juni 2025 mencapai 32,58 juta ton atau naik hampir 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Negara seperti Thailand justru terpukul oleh rendahnya permintaan. Harga beras mereka yang tertinggi di Asia menjadi beban tersendiri di pasar. Petani Thailand bahkan melakukan aksi protes akibat anjloknya harga gabah domestik pada Februari 2025. Vietnam pun mulai harus berbagi pangsa pasar dengan Kamboja yang produksinya melonjak ke 7,8 juta ton dan kini juga dengan Indonesia.
Namun jalan menuju keunggulan ekspor bukan tanpa tantangan. Konsistensi produksi, iklim, logistik, dan diplomasi dagang akan menjadi penentu. Pemerintah Indonesia, melalui pernyataan Mentan Amran Sulaiman, tetap menekankan bahwa prioritas utama adalah menjaga ketahanan pangan nasional. Baru setelah itu, ekspor akan diakselerasi.
Ketika eksportir utama dunia berebut pangsa pasar dalam kondisi oversupply, Indonesia justru mulai membangun pijakan baru sebagai pemain regional. Dunia boleh mengalami kelebihan pasokan dan harga yang stagnan, tapi RI seakan menunjukkan, bahwa kekuatan produksi dan stabilitas domestik adalah modal baru dalam peta beras ASEAN.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)