Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bawang putih di pasaran mengalami lonjakan signifikan, yakni mencapai Rp50.000 per kg di sejumlah daerah. Angka itu telah bergerak jauh dari batas atas harga acuan penjualan (HAP) yang ditetapkan pemerintah Rp38.000 per kg.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyebut keterlambatan realisasi impor menjadi penyebab utama harga bawang putih di pasaran melonjak. Namun, Ombudsman RI menilai permasalahan ini lebih kompleks dan berakar pada tata kelola impor yang kurang efektif.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyoroti tata kelola bawang putih mencakup aspek dari hulu hingga hilir. Di hulu, katanya, ada dua instansi yang menangani bawang putih, yakni ada Badan Pangan Nasional yang bertanggung jawab atas ketersediaan pasokan.
Di sisi lain, Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) masih dipegang oleh Kementerian Pertanian, yang menurutnya jadi kurang relevan, karena 90% kebutuhan dalam negeri bergantung pada impor
"Kalau berdasarkan tugas pokok dan fungsinya Kementerian Pertanian, kan Kementan tuh fokusnya kepada produksi domestik. Nah, jadi RIPH, khususnya bawang putih itu kurang relevan, karena 90% kebutuhan bawang putih dipenuhi oleh impor," kata Yeka kepada CNBC Indonesia, Jumat (28/3/2025).
"Semangat RIPH itu untuk melindungi petani. Tapi, kalau produksi dalam negeri sangat kecil, RIPH tidak diperlukan," tegasnya.
Di sisi hilir, permasalahan lain muncul pada Surat Persetujuan Impor (SPI) yang diterbitkan oleh Kemendag. Dia menjelaskan, pemerintah saat ini sudah menerbitkan Persetujuan Impor (PI) kepada lebih dari 39 perusahaan untuk mendatangkan atau mengimpor bawang putih sebanyak 226.101 ton sepanjang tahun 2025.
"Cuma kan PI ini tidak ada sanksinya. Kalau dia tidak mendatangkan, nggak ada sanksinya. Nah, ini yang Ombudsman melihat bahwa ini jadi permasalahan. Jadi mestinya PI ini harus setidak-tidaknya mengandung dua hal.
Satu, selambat-lambatnya barang dikirim kapal itu harus jelas. Kedua, harus ada sanksi. Karena sudah jelas kita itu tergantung pada impor," terang dia.
Yeka menekankan, perlu ada aturan yang lebih tegas dalam pemberian SPI. "Setidaknya, SPI harus mencantumkan tenggat waktu pengiriman bawang putih ke Indonesia. Jika sudah diberikan SPI, pelaku usaha harus memastikan barangnya tiba sesuai jadwal, misalnya bulan April atau Mei. Jika tidak, harus ada sanksi," katanya.
Fakta lain yang ditemukan Ombudsman, banyak importir lama yang tidak mendapatkan SPI, sementara perusahaan-perusahaan baru justru diberikan izin. Hal ini berisiko karena banyak dari mereka belum memiliki pemasok di China. Hasil sidak Ombudsman ke beberapa gudang juga menunjukkan stok bawang putih kosong.
"Mereka bilang ya kami juga sebagai pelaku usaha baru masih berusaha untuk mencari pemasok. Ya kalau seperti begini, mohon maaf ya tata kelolanya nggak bagus. Padahal kan sudah tahu," ucap Yeka.
Untuk itu, Yeka menegaskan perlunya pengawasan yang lebih dinamis. "Jika pelaku usaha yang diberikan SPI tidak bisa merealisasikan impor, harus segera digantikan dengan yang lebih kompeten. Pemerintah tidak boleh membiarkan hal ini berlarut-larut karena yang dirugikan adalah masyarakat," jelasnya.
Adapun terkait koordinasi antar kementerian, Yeka menyebut Ombudsman telah berkomunikasi dengan Kemendag, yang dinilainya cukup kooperatif. Namun, koordinasi dengan Kementerian Pertanian masih menunggu waktu.
"Kami sudah mengajukan surat untuk koordinasi terkait bawang putih ini dengan Kementan. Mungkin setelah Lebaran bisa diadakan evaluasi bersama," katanya.
Menurut Ombudsman, ada tiga prinsip utama yang harus diperbaiki dalam tata kelola impor bawang putih, yaitu partisipatif, transparan, dan dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini, tata kelola bawang putih tidak memenuhi tiga kriteria tersebut.
"Ombudsman sudah memberikan banyak saran dan tindakan korektif agar tata kelola bawang putih ini lebih baik. Minimal kriterianya tiga, harus partisipatif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kalau sekarang kan tidak transparan, tidak partisipatif, dan tidak bisa dipertanggungjawabkan," pungkasnya.
(pgr/pgr)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Daya Beli Lesu, Mal Ramai Tapi Angka Penjualan Tak Melonjak
Next Article Bos Badan Pangan-Pengusaha Rapat Bahas Bawang Putih, Gini Kondisinya