Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara akhirnya ambruk setelah rally panjang sembilan hari. Melemahnya perminatan dari China dan jatuhnya harga minyak menjadi penyebabnya.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan Selasa (24/6/2025) ditutup di posisi US$ 109,9 per ton atau ambruk 2,7%. Pelemahan ini mengakhiri rally panjang dan impresif harga batu bara selama sembilan hari dengan penguatan mencapai 6,7%.
China mengurangi impor batu bara dan meningkatkan ekspor karena pasokan komoditas ini melimpah. Mengutip Bloomberg, ada peningkatan 13% dalam pengiriman batu bara ke luar negeri dari negara tersebut selama lima bulan pertama tahun ini.
China mengekspor 2,5 juta ton batu bara antara Januari dan Mei 2025, dengan sebagian besar dikirim ke Jepang, Indonesia, dan Korea Selatan. Sementara itu, produksi batu bara mencapai 5 miliar ton pada periode yang sama, sementara impor turun 8% dibandingkan tahun lalu.
Produksi batu bara domestik yang mencapai rekor tertinggi dan melemahnya pembangkit listrik tenaga batu bara di China telah menyebabkan penurunan permintaan impor batu bara termal ke pasar batu bara terbesar di dunia.
Tren ini mulai terlihat awal tahun ini, setelah impor batu bara China sempat menembus 500 juta ton pada 2024. Di sisi lain, badan perencana pusat China telah memerintahkan peningkatan stok batu bara untuk pembangkit listrik hingga 10%.
Melihat harga batu bara domestik yang rendah, permintaan yang lemah, dan persediaan batu bara yang tinggi di pelabuhan, penurunan impor China tidak mengherankan. Para analis bahkan sebelumnya telah memperkirakan tren penurunan impor ini kemungkinan akan berlanjut dalam beberapa bulan mendatang.
Asosiasi batu bara China memperkirakan produksi akan tumbuh lebih cepat daripada konsumsi pada 2025, mengindikasikan kelebihan pasokan bisa bertahan hingga akhir tahun ini, meski akan ada musim permintaan puncak pada musim panas.
Banyak pihak membahas semakin besarnya pembangkit listrik dari angin dan surya di China, yang menurut analis mulai menggerus permintaan listrik berbasis batu bara.
Namun, tahun lalu, pembangkit listrik berbasis batu bara tetap mencatat rekor baru, mencapai 6,34 triliun kilowatt-jam, menurut data Biro Statistik Nasional China awal tahun ini, meski pemasangan pembangkit angin dan surya juga terus melonjak dan mencetak rekor baru mereka sendiri.
Meski demikian, pertumbuhan pembangkit listrik termal pada tahun lalu adalah yang terlemah dalam hampir satu dekade, jika tidak memperhitungkan tahun-tahun pandemi (2020-2022) ketika China berada dalam kondisi lockdown.
Ambruknya harga minyak juga ikut menekan harga batu bara. Batu bara adalah substitusi minyak sehingga harganya akan saling mempengaruhi.
Harga minyak turun tajam untuk hari kedua berturut-turut setelah gencatan senjata. Minyak mentah AS ditutup melemah 6%, sementara Brent sebagai acuan internasional jatuh 6,1%.
Sehari sebelumnya, harga minyak mentah AS sempat merosot lebih dari 7%. Kenaikan saham semakin menguat ketika harga minyak mencapai titik terendah baru dalam sesi perdagangan.
Gencatan senjata ini meredakan kekhawatiran akan potensi gangguan pasokan minyak dan penutupan Selat Hormuz, jalur yang dilewati lebih dari seperlima pasokan minyak dunia setiap harinya. Sementara itu, Badan Energi Internasional (IEA) sebelumnya telah meyakinkan pasar bahwa mereka memiliki 1,2 miliar barel stok darurat yang dapat digunakan jika diperlukan. Selain itu, beberapa produsen OPEC+ sudah mulai meningkatkan produksi dan memiliki kapasitas cadangan tambahan yang dapat diaktifkan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)