Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kembali tertekan dan semakin mendekati level US$100/ton pasca Pemerintah India yang fokus pada pasokan batu bara domestik dibandingkan impor.
Dilansir dari Refinitiv, harga batu bara pada 25 Februari 2025 tercatat sebesar US$102,1/ton atau turun 0,87% apabila dibandingkan penutupan perdagangan 24 Februari 2025 yang sebesar US$103/ton.
Dilansir dari moneycontrol.com, Pemerintah India kemungkinan besar tidak akan mewajibkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) untuk mencampur batu bara impor dalam pembangkitan listrik pada musim panas ini, saat permintaan cenderung meningkat, tidak seperti beberapa tahun sebelumnya.
PLTU saat ini memiliki stok batu bara yang cukup, sekitar 51 juta ton, yang dapat bertahan setidaknya 21 hari, menurut seorang pejabat senior di Kementerian Energi.
"Untuk bulan-bulan mendatang, Kementerian Energi juga yakin dapat menyediakan pasokan yang cukup bagi pembangkit listrik. Oleh karena itu, mandat pencampuran batu bara impor secara wajib tampaknya belum diperlukan saat ini," ujar pejabat tersebut kepada Moneycontrol dengan syarat anonim.
Ini akan menjadi pertama kalinya dalam lebih dari tiga tahun pemerintah tidak memberlakukan peraturan tersebut. Kebijakan tersebut akan mengurangi permintaan impor sehingga harga global pun tertekan. Pasalnya, India adalah konsumen terbesar batu bara kedua terbesar di dunia setelah China.
Sebagai informasi, India memiliki salah satu cadangan batu bara terbesar di dunia. Batu bara domestik lebih murah untuk pembangkitan listrik, yang pada akhirnya membantu menjaga tarif listrik tetap rendah. Dalam beberapa tahun terakhir, PLTU menghadapi kekurangan batu bara akibat masalah logistik. Oleh karena itu, batu bara impor yang lebih mahal digunakan untuk pencampuran.
India memperkirakan rekor permintaan listrik puncak sebesar 270 gigawatt (GW) pada musim panas ini, menurut Menteri Energi Manohar Lal Khattar pada 21 Februari.
"Tahun ini, kami memiliki stok batu bara yang cukup di PLTU dan kementerian yakin dapat memenuhi permintaan puncak hingga 270 GW musim panas ini," kata Khattar kepada media di Delhi.
Kementerian Batu Bara akan memasok setidaknya 906 juta ton (MT) batu bara untuk menggerakkan PLTU India guna memenuhi permintaan puncak.
Listrik berbasis batu bara tetap menjadi sumber utama dalam memenuhi kebutuhan listrik puncak tahun ini.
"Kombinasi energi untuk memenuhi permintaan musim panas ini akan tetap sama, dengan peningkatan kecil dalam porsi energi terbarukan sebesar 2-3 persen. Tahun lalu, pembangkit listrik tenaga uap menyumbang 74% untuk memenuhi permintaan puncak sebesar 250 GW.
Tahun ini, kami memperkirakan kontribusi PLTU berada di kisaran 70-74 persen. Sementara itu, kontribusi tenaga air diperkirakan tetap berada di kisaran 7-11%," kata Ketua Central Electricity Authority (CEA), Ghanshyam Prasad, kepada Moneycontrol.
Ketika ditanya tentang kemungkinan pembangkit listrik berbasis batu bara impor dan gas diwajibkan beroperasi dengan kapasitas penuh selama periode kritis, Pankaj Agarwal, Sekretaris Kementerian Energi, mengatakan bahwa keputusan tersebut akan bergantung pada situasi.
"Saat ini, kami belum mengeluarkan perintah, tetapi jika ada kekurangan dalam memenuhi permintaan puncak, kami akan memberlakukannya jika diperlukan," ujar Agarwal, mengacu pada Pasal 11 Undang-Undang Listrik, 2003.
Pasal 11 memungkinkan pemerintah untuk mengarahkan perusahaan pembangkit listrik agar mengoperasikan dan memelihara pembangkit listrik dalam keadaan luar biasa. Pemerintah telah menggunakan ketentuan ini untuk mengeluarkan arahan kepada pembangkit listrik berbasis batu bara dan gas guna memenuhi permintaan listrik.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)