3 days ago
9
Jakarta, CNCB Indonesia - Meskipun gencatan senjata sementara antara Israel dan Iran diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Selasa, masalah keamanan rute perdagangan itu belum selesai. Wilayah perairan yang menjadi tempat pelayaran 20-30% minyak bumi itu masih rentan.
Setidaknya ini terungkap dari pernyataan para pemilik kapal. Insiden membuat mereka terpaksa mengurangi transit.
Menurut Angeliki Frangou, pemilik kapal generasi keempat dan ketua serta CEO Navios Maritime Partners yang berkantor pusat di Yunani, kapal-kapal di Selat Hormuz masih terancam oleh pemblokiran sinyal GPS yang terus-menerus. Gangguan GPS membuat lebih banyak kapal menunggu untuk melewati Selat Hormuz.
"Kami mengalami sekitar 20% lebih sedikit kapal yang melewati Selat Hormuz, dan kapal-kapal menunggu di luar," kata Frangou kepada CNBC International, dikutip Rabu (25/6/2025).
"Anda banyak mendengar dari perusahaan pelayaran [laut] bahwa mereka hanya transit di siang hari karena gangguan sinyal GPS kapal. Mereka tidak ingin lewat di malam hari karena mereka merasa itu berbahaya. Jadi, situasinya sangat tidak menentu," tegasnya.
Estimasi tanggal 20 Juni dari Maritime Information Cooperation & Awareness Center (Pusat Kerjasama Informasi & Kesadaran Maritim) menunjukkan bahwa 970 kapal per hari mengalami gangguan GPS selama minggu sebelumnya. Data dari firma intelijen pelayaran Kpler menunjukkan lalu lintas keseluruhan di Selat Hormuz menurun dari 13 Juni hingga 22 Juni, berdasarkan analisis akun Maritime Mobile Service Identity (MMSI) untuk semua kapal dan tanker di area tersebut, merujuk nomor sembilan digit unik yang digunakan untuk mengidentifikasi kapal dan digunakan untuk pelacakan dan komunikasi kapal.
Selat Hormuz yang menghubungkan Teluk Persia ke Laut Arab, merupakan jalur transit penting untuk pengiriman minyak dan gas global namun sangat sempit. Pada titik tersempitnya, Selat Hormuz memiliki panjang 21 mil.
"Itulah alasan utama mengapa gangguan sinyal GPS menjadi masalah kritis bagi kapal," kata Frangou.
"Ini sangat penting... Demi keselamatan awak kapal dan kapal. ... Kondisi keselamatan adalah sesuatu yang menjadi prioritas utama kami. Itulah sebabnya kami terus memantau semua ini," tambahnya.
Sementara itu, risiko keamanan yang terus berlanjut terkait dengan penyeberangan Selat Hormuz telah memicu kenaikan tarif asuransi dan tarif angkutan laut. Menurut data tarif angkutan laut spot yang dilacak oleh platform intelijen angkutan Xeneta, tarif spot rata-rata telah mencapai US$3.341 per unit ekuivalen empat puluh kaki (FEU).
Tarif dari Shanghai ke pelabuhan Khor Fakkan, yang terletak di garis pantai Samudra Hindia UEA, naik 76% dibandingkan dengan pertengahan Mei.
Pelabuhan Khor Fakkan terletak di luar Selat Hormuz dan karena lokasinya, pelabuhan tersebut dianggap sebagai salah satu pusat transshipment terpenting bagi Teluk Arab, Subbenua India, Teluk Oman, dan pasar Afrika Timur.
"Kenyataannya adalah kemarin (Senin) kami melihat bahwa tarif naik dua kali lipat pada jalur tersebut," kata Frangou lagi.
"Ini dapat berubah dengan cepat, tetapi yang kami lihat adalah bahwa ketika tarif naik, akan lebih sulit untuk menurunkannya," tambahnya.
Tidak seperti pengalihan Laut Merah yang disebabkan oleh serangan pemberontak Houthi, yang telah berlangsung sejak pertengahan Desember 2023 agar kapal-kapal menghindari jalur air menuju Terusan Suez, kapal tanker dan kapal peti kemas yang menuju pelabuhan di sisi lain Selat Hormuz tidak memiliki pilihan.
"Pasar spot untuk VLCC (kapal pengangkut minyak mentah yang sangat besar) telah naik US$70.000 per hari," kata Frangou.
"Jadi meskipun harga minyak belum naik, kami melihat harga VLCC, Crude Carriers yang sangat besar, telah naik. Kita masih harus menunggu dan melihat," tambahnya.
(sef/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pertamina Cs Diminta Antisipasi Dampak Perang Iran-Israel
