Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja emiten anggota Himpunan Bank-Bank Milik Negara (Himbara), PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI diproyeksikan bakal cerah pada masa mendatang. Hal ini didukung oleh proyeksi penyaluran kredit BRI yang diyakini masih solid.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Miftahul Khaer bahkan menyatakan, tren penyaluran kredit BRI, termasuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) diperkirakan masih bakal tumbuh positif. Ini mengingat BRI memiliki peran sebagai tulang punggung penyaluran kredit sektor UMKM yang dapat berdampak bagi ekonomi Indonesia.
"Dengan strategi mitigasi risiko yang agresif, pertumbuhan kredit BRI diperkirakan tetap positif, meskipun tantangan dari suku bunga dan kualitas kredit masih perlu diwaspadai," ujar dia kepada CNBC Indonesia, ditulis Kamis (6/3/2025).
Sementara itu, Analis RHB Sekuritas Indonesia Andrey Wijaya mengatakan, fokus BRI di pinjaman mikro masih ditujukan untuk meningkatkan kualitas aset. Meski begitu, memasuki tahun 2025, BRI sudah mulai meningkatkan pertumbuhan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes), di segmen pinjaman mikro.
"Untuk pertumbuhan kredit di tahun 2025, kemungkinan akan lebih didorong oleh segmen korporasi, medium, dan konsumer," kata Andrey.
Dia menambahkan, di tengah kondisi suku bunga yang masih tinggi, BRI punya peluang untuk meningkatkan Current Account and Saving Account (CASA) dengan catatan biaya dana yang lebih rendah.
"Untuk menghadapi kondisi suku bunga tinggi, BBRI akan meningkatkan pertumbuhan tabungan CASA yang cost of fund-nya lebih rendah," jelasnya.
Di sisi lain, ketidakpastian global juga masih menjadi tantangan besar di berbagai sektor, termasuk perbankan. Dalam hal ini, risiko fluktuasi pasar, kompleksitas isu global, serta dinamika domestik menuntut kesiapan respons strategis yang tepat dari pihak perbankan. Terlepas dari itu, BRI terus menunjukkan kemampuannya dalam mempertahankan kinerja yang solid sekaligus menciptakan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.
Seperti diketahui, sebelumnya Direktur Utama BRI Sunarso menegaskan, BRI berkomitmen untuk terus memberi kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Meski dihadapkan pada berbagai tantangan, BRI tetap optimistis terhadap tren profitabilitas 2025-2026.
Dengan mengedepankan prinsip kehati-hatian, BRI pun memilih strategi 'wait and see' untuk merespon dinamika pasar sekaligus mengembangkan pendekatan yang fleksibel dan terukur.
"Jika tantangannya tidak lebih buruk dari sekarang, kita masih bisa bertahan. Namun, jika tantangannya memburuk, kita harus punya plan B. Apa yang harus kita perketat, mana yang harus kita jaga, kita sudah menyiapkan langkah-langkah antisipasi untuk menghadapi kondisi yang lebih buruk," ujar dia beberapa waktu lalu.
Menurut Sunarso, berbagai langkah strategis telah disiapkan BRI untuk menjaga stabilitas dan kinerja bisnis, termasuk rencana cadangan untuk mengantisipasi potensi krisis. Dalam konteks ini, Sunarso kerap menggambarkan pendekatan BRI dengan analogi kompetisi sepak bola. Menurutnya, prinsip utama yang dipegang BRI adalah untuk tetap meraih kemenangan, kendati hasilnya tidak selalu sempurna.
Misalnya, dalam keadaan normal, BRI dapat menang 3-0, yang berarti likuiditas, kualitas, dan profitabilitas berada dalam kondisi baik. Sebaliknya, ketika berada dalam situasi yang penuh ketidakpastian, BRI cukup menang 2-1. Artinya, BRI tetap menjaga likuiditas dan kualitas untuk memastikan keberlanjutan.
"Meskipun profitabilitas bisa sedikit menurun, yang penting adalah kita tetap bertahan," tambah Sunarso.
Berbekal prinsip tersebut, Sunarso percaya diri BRI dapat menjaga momentum pertumbuhan kinerja di tengah dinamika global dan domestik, serta tetap konsisten memberikan nilai tambah yang signifikan bagi pemegang saham. Daya tahan BRI yang kuat dalam menghadapi tantangan eksternal maupun internal telah membuktikan bahwa perusahaan pelat merah ini mampu tumbuh secara berkelanjutan.
Sebagai bagian dari strategi untuk menjaga keberlanjutan operasional, Sunarso menyoroti pentingnya kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR). Menurutnya, rasio CAR BRI yang tinggi menunjukkan fondasi yang kuat untuk ekspansi bisnis dan mitigasi risiko.
Saat ini, CAR BRI tercatat lebih dari 26%, jauh di atas threshold Basel III. BRI sendiri sebenarnya hanya membutuhkan CAR sebesar 17,5% untuk mengatasi seluruh risiko sesuai ketentuan.
"Dengan CAR 26%, itu berarti kami memiliki ruang lebih dari 7% untuk penggunaan modal. Ini menunjukkan bahwa selama lima tahun ke depan, berapa pun laba yang dihasilkan, BRI tidak perlu menahan laba untuk memperkuat modal dan berapapun laba BRI memang harus dibagi," tutur dia.
Tidak ketinggalan, Sunarso juga menekankan bahwa BRI senantiasa menjaga kualitas aset untuk memastikan bisnis BRI tetap berkelanjutan dalam jangka panjang. Lantas, BRI telah menerapkan strategi pengelolaan portofolio kredit secara hati-hati dan mengantisipasi potensi penurunan kualitas dengan menyediakan pencadangan yang mencukupi. Hal ini demi memastikan kinerja perusahaan tetap solid pada masa-masa mendatang.
(dpu/dpu)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Jurus Perkuat Akselerasi Keuangan Kelompok Rentan & Perempuan
Next Article Video: 9M-2024, BRI Sukses Cetak Laba Rp 45,36 Triliun